Lukas 10:1-9
Setelah itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah. Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.”
***
“Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” Sabda Yesus tersebut sering digunakan dalam kegiatan aksi panggilan hidup membiara atau hidup religius. “Pekerja” sering dimaknai sebagai orang-orang yang membaktikan diri mereka pada panggilan khusus, yakni sebagai suster, bruder, maupun imam. Boleh saja memberikan pemaknaan seperti itu, namun pada hari ini sungguh baik apabila kita mencoba merenungkan maknanya secara lebih mendalam.
Ketika Yesus berbicara tentang tuaian, sangat mungkin Ia berbicara tentang potensi-potensi kehidupan yang ada di sekitar kita. Di dalam keluarga, kita bisa melihat anak-anak yang ada di sana; di dalam Gereja, kita bisa melihat orang muda. Yesus menunjukkan bahwa dunia adalah tempat yang sangat subur. Ada banyak hasil yang siap dipetik. Namun, bukankah petani harus merawat dengan berjerih payah agar memperoleh tuaian dengan kualitas yang baik?
Kita semua adalah pekerja yang diajak untuk berjerih payah agar memperoleh tuaian yang baik. Kalau kita orang tua, kita diajak untuk sungguh memberikan waktu bagi anak-anak kita, sehingga mereka menemukan kualitas pola asuh yang baik. Kalau kita guru, kita diajak untuk sungguh mempersiapkan materi agar peserta didik mendapatkan kualitas keilmuan yang memadai. Kalau kita seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), kita diajak untuk sungguh memberikan pelayanan yang berkualitas bagi warga.
Kita memiliki rutinitas pekerjaan yang kita jalani dengan setia setiap hari. Baiklah kita bertanya: Apakah rutinitas tersebut sekadar demi bertahan hidup, sehingga menjadi rutinitas yang kosong dan membosankan? Ataukah rutinitas tersebut merupakan rutinitas yang produktif, rutinitas yang membawa perkembangan? Kita bisa belajar dari Maria dan Yusuf yang hidup dalam rutinitas di Nazaret bersama dengan Yesus kecil. Rutinitas mereka adalah rutinitas yang produktif dan berkualitas, sebab Yesus kemudian tumbuh menjadi pribadi yang penuh hikmat.
Tahun 2022 hendaknya menjadi tahun yang produktif. Bukan banyaknya kegiatan dan aktivitas yang menjadi ukuran, melainkan kualitas dari rutinitas yang kita lakukan. Kita mengusahakan bersama-sama agar hal yang rutin menjadi pembawa kehidupan. Mari kita mohon rahmat agar menjadi pribadi-pribadi yang produktif.