Perasaan Bersalah

Selasa, 14 Desember 2021 – Peringatan Wajib Santo Yohanes dari Salib

102

Matius 21:28-32

“Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka: “Yang terakhir.” Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.”

***

Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa hidup ini adalah untuk mencari pemaknaan. Pepatah tersebut amat menarik, sebab hidup yang tanpa pemaknaan adalah sesuatu yang hampa atau kosong. Memaknai sesuatu adalah daya yang membuat kita tetap hidup dan berkembang.

Bacaan Injil hari ini mengajak kita untuk merenung dan memaknai sebuah pilihan. Anak pertama berkata “ya”, namun tidak bertindak; sedangkan anak kedua berkata “tidak”, namun bertindak sesuai kemauan sang ayah. Di sini memang ada ketidakselarasan antara perkataan dan tindakan nyata, di mana anak pertama maupun anak kedua sama-sama melakukan itu. Namun, anak kedua tentu saja lebih baik karena ia kemudian menjalankan kehendak sang bapa. Kata kunci yang mengubah anak kedua adalah “menyesal”. Ia menyesal karena merasa bersalah.

Dalam bukunya yang berjudul The Name of God is Mercy, Paus Fransiskus mengatakan bahwa perasaan bersalah adalah rahmat dari Allah sendiri yang memampukan kita untuk menilai mana yang baik untuk hidup kita. Perasaan bersalah adalah suara Allah sendiri yang mau mengajak kita untuk kembali ke jalan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Perasaan bersalah patut kita syukuri sebagai sebuah anugerah, sekaligus sapaan pribadi Allah kepada kita. Ini adalah undangan bagi kita untuk memaknai diri di hadirat-Nya.

Hari ini kita diajak untuk bertanya: Apakah kita pernah merasa bersalah atas tindakan dan ucapan yang kita lakukan? Bagaimana perasaan bersalah itu membawa kita semakin dekat dengan Allah?