Matius 18:12-14
“Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu yang di surga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang.”
***
Berbeda dengan yang ada dalam Injil Lukas (Luk. 15:3-7), perumpamaan tentang domba yang hilang dalam Injil Matius dikisahkan Yesus dalam rangka diskusi perihal siapa yang terbesar dalam Kerajaan Surga (Mat. 18:1-5). Para murid secara khusus menanyakan hal itu kepada-Nya tampaknya karena hasrat untuk menjadi yang terbesar berkobar-kobar dalam diri mereka.
Ambisi tersebut segera dipadamkan Yesus. Ia memanggil seorang anak kecil, yakni seorang anak yang kiranya berumur di bawah dua belas tahun. Di mata masyarakat, anak seusia itu bukanlah siapa-siapa. Ia lemah, tidak berdaya, tidak punya status sosial, sehingga dianggap remeh dan tidak penting. Siapa sangka, yang seperti itulah yang akan masuk ke dalam Kerajaan Surga dan menjadi yang terbesar di sana.
Perumpamaan tentang domba yang hilang dikemukakan untuk memperkuat gagasan itu. Meskipun yang hilang cuma satu, pemilik domba pasti akan mencarinya sekuat tenaga, tidak peduli bahwa sebenarnya ia masih punya sembilan puluh sembilan ekor domba. Mengapa demikian? Satu ekor bagi orang lain mungkin tidak signifikan, tetapi baginya domba itu tetaplah miliknya yang berharga. Sikap Bapa terhadap orang-orang yang diremehkan masyarakat juga akan seperti itu.
Kepada mereka yang tergolong penting, kita biasa menunduk hormat dan bertutur kata manis. Hal sebaliknya terjadi manakala kita berhadapan dengan orang-orang rendahan. Ketika ada anggota jemaat melakukan kesalahan dan melangkah di jalan yang sesat, di mana orang itu adalah orang kecil, biasa-biasa saja, bukan tokoh yang terkenal, kita sering kali bersikap tidak peduli dengan berpikiran, “Biar saja orang itu pergi, toh jumlah umat Katolik masih banyak!”
Mulai sekarang jangan lagi bersikap seperti itu. Carilah domba yang hilang itu. Meskipun hanya satu orang, dia adalah saudara kita. Setiap pribadi dipandang berharga oleh Bapa, sehingga kita pun harus bersikap demikian.