Dipanggil untuk Setia

Minggu, 28 Maret 2021 – Hari Minggu Palma Mengenangkan Sengsara Tuhan

232

Markus 11:1-10

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya telah dekat Yerusalem, dekat Betfage dan Betania yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang murid-Nya dengan pesan: “Pergilah ke kampung yang di depanmu itu. Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan segera menemukan seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskan keledai itu dan bawalah ke mari. Dan jika ada orang mengatakan kepadamu: Mengapa kamu lakukan itu, jawablah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya ke sini.” Mereka pun pergi, dan menemukan seekor keledai muda tertambat di depan pintu di luar, di pinggir jalan, lalu melepaskannya. Dan beberapa orang yang ada di situ berkata kepada mereka: “Apa maksudnya kamu melepaskan keledai itu?” Lalu mereka menjawab seperti yang sudah dikatakan Yesus. Maka orang-orang itu membiarkan mereka. Lalu mereka membawa keledai itu kepada Yesus, dan mengalasinya dengan pakaian mereka, kemudian Yesus naik ke atasnya. Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang. Orang-orang yang berjalan di depan dan mereka yang mengikuti dari belakang berseru: “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud, hosana di tempat yang maha tinggi!”

***

Hari ini adalah perayaan Minggu Palma. Memasuki Pekan Suci, kita berjalan bersama Yesus yang masuk ke Yerusalem untuk menyambut penderitaan yang membawa keselamatan bagi dunia. Kita bisa merasakan kemeriahan orang-orang yang sedang menyambut Yesus. Mereka menyambut Yesus dengan harapan besar, harapan bahwa Yesus adalah sang Mesias. Mereka berharap Yesus menunjukkan kebesaran dan kehebatan-Nya. Dan terjadilah! Yesus menunjukkan kebesaran-Nya, tetapi bukan kebesaran dan kehebatan duniawi. Yesus membawa kebesaran ilahi.

Ada dua nama yang dapat kita jadikan acuan dalam refleksi pada perayaan Minggu Palma ini, yakni Petrus dan Simon dari Kirene. Dalam situasi yang genting, Petrus dengan penuh semangat menyatakan, “Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau” (Mrk. 14:31). Sungguh suatu tekad yang luar biasa, tetapi kita tahu bahwa Petrus kemudian gagal. Ia mengkhianati Yesus.

Di saat-saat gelap dan sulit, kita selalu ditantang pada pilihan-pilihan yang tidak mudah. Terkadang kita bersemangat untuk memilih sesuatu yang sulit. Namun, ketika tiba saatnya menghadapi kenyataan, kita menjadi enggan, takut, dan mundur. Melalui kisah sengsara Yesus, kita diajak untuk melihat bagaimana Yesus menghadapi saat-saat yang sulit dan penuh tantangan. Berhadapan dengan saat-saat sulit, dari pihak manusia diharapkan kesetiaan, alih-alih cetusan kesediaan yang tidak mudah untuk dipenuhi atau diwujudkan. Kita dipanggil untuk setia, untuk bertahan dalam komitmen, bukan untuk mengumbar keberanian yang tidak akan terwujud pada waktunya.

Yesus tetap setia. Ia memanggul salib dan membawanya ke Tempat Tengkorak. Dan lihatlah, ketika Ia kepayahan, muncul Simon dari Kirene. Seorang yang bukan siapa-siapa ini tiba-tiba hadir untuk membantu Yesus. Kehadirannya sungguh tepat dalam saat-saat yang kritis tersebut.

Perjumpaan dengan orang yang tidak dikenal ternyata bisa menjadi jalan penebusan umat manusia. Kita bisa menjumpai orang-orang yang akan menjadi penolong di saat-saat gelap kehidupan kita. Atau, kita justru menjadi pribadi yang menolong orang lain melewati saat-saat gelap mereka. Apa pun itu, Simon dari Kirene mengingatkan kita bahwa perjalanan hidup ini tidak akan kita lewati sendiri. Ada orang-orang yang akan menjadi tangan-tangan pembawa terang. Kita pun perlu bersiap untuk menjadi tangan yang membawa harapan.

Kita merayakan Minggu Palma karena penyambutan Yesus di Yerusalem ini merupakan persiapan bagi sengsara-Nya di salib. Kisah sengsara Tuhan bukanlah catatan sejarah yang sudah usang. Kisah-kisah di buku sejarah, misalnya kisah pertempuran kemerdekaan, tentu luar biasa, pantas dikagumi, dipetik nilainya, tetapi peristiwanya sendiri sudah selesai. Kisah sengsara Tuhan berbeda, sebab merupakan kisah Kerajaan Allah yang hadir terus, sekarang, dan sampai segala sesuatunya mencapai kepenuhan. Allah terus bekerja bersama kita. Tuhan memanggul salib bersama kita, untuk membawa kita menemukan keselamatan.