Apa Tujuan Hidupmu?

Jumat, 12 Maret 2021 – Hari Biasa Pekan III Prapaskah

145

Markus 12:28b-34

Lalu seorang ahli Taurat datang kepada-Nya dan bertanya: “Hukum manakah yang paling utama?” Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini.” Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama daripada semua korban bakaran dan korban sembelihan.” Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” Dan seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.

***

Hukum manakah yang paling utama? Apa yang paling utama dalam hidupku? David Fleming membantu saya untuk merenungkan pertanyaan di atas. Dia menulis:

“Tujuan hidup kita adalah hidup bersama Allah untuk selamanya.

Allah yang mencintai kita memberi kita hidup. Tanggapan kita sendiri terhadap cinta memungkinkan hidup Allah sendiri mengalir ke dalam diri kita tanpa batas.

Semua benda di dunia ini adalah pemberian Allah. Disajikan untuk kita supaya kita dapat mengetahui Allah dengan lebih mudah dan membalas cinta dengan lebih siap.

Maka dari itu, kita harus mensyukuri dan menggunakan semua pemberian Allah ini sejauh barang itu membantu kita untuk berkembang sebagai pribadi penuh cinta.

Namun, apabila ada dari antara anugerah ini yang berubah menjadi pusat kehidupan kita, benda-benda itu menggeser Allah, dan dengan demikian menghalangi pertumbuhan kita untuk mencapai tujuan kita.

Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus menjaga diri agar kita selalu seimbang terhadap segala anugerah yang diciptakan ini, sejauh kita masih mempunyai pilihan dan tidak terikat oleh suatu kewajiban.

Kita tidak harus memusatkan keinginan-keinginan kita pada kesehatan atau keadaan sakit, kemakmuran atau kemiskinan, sukses atau gagal, hidup panjang atau pendek.

Penyebabnya tentu saja adalah karena setiap hal, setiap barang, setiap peristiwa mempunyai potensi akan membangkitkan dalam diri kita tanggapan mendalam terhadap kehidupan kita dalam Allah.

Satu-satunya keinginan kita haruslah ini: Aku harus menghendaki dan memilih apa yang lebih mengantarkan kepada keadaan di mana Allah lebih dalam menanamkan kehidupan-Nya dalam diri kita.”

Dikutip dari L.A. Sardi, Retret Cardoner, Provinsialat Serikat Jesus Provinsi Indonesia.