Matius 6:7-15
“Lagi pula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di surga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.]
Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”
***
Komunikasi membutuhkan sarana. Tidak ada komunikasi tanpa alat perantara, sebab pada dasarnya komunikasi itu bersifat dua arah. Ketika berkomunikasi dengan hewan, kita memakai cara-cara yang mereka mengerti. Kepada berkomunikasi dengan sesama, kita tentu memakai bahasa manusia. Untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sarananya adalah doa. Relasi kita dengan Tuhan terjalin dalam doa. Untuk itulah Yesus kali ini mengajarkan doa kepada para murid-Nya.
Ketika berdoa, sering kali doa kita penuh dengan kata-kata, pengulangan-pengulangan, dan kalimat-kalimat yang panjang. Banyak yang bahkan mengira bahwa Tuhan dapat dibujuk, dipaksa, atau ditekan untuk memenuhi keinginan manusia. Berbeda dengan itu, Yesus justru mengajarkan doa yang singkat dan sederhana.
Meskipun singkat, doa yang diajarkan Yesus mewakili seluruh perjalanan kehidupan kita. Kesederhanaan juga tampak dalam sikap sang pendoa, di mana pertama-tama ia mengungkapkan pengakuan akan kehendak Allah. Allah dimohon untuk berkarya dalam kehidupan kita. Bukan kehendak manusia yang pertama-tama diutarakan, melainkan kehendak Bapalah yang diprioritaskan. Ini berarti kita membuka diri supaya Allah bekerja dalam hidup kita. Yang terwujud dalam hidup kita kiranya adalah rencana Allah, alih-alih rencana kita sendiri.
Saudara-saudari terkasih, mari kita membuka diri pada kehendak Allah, mari kita juga menjalin relasi yang erat dengan-Nya, agar dapat mewujudkan karya-karya-Nya dalam kehidupan sehari-hari.