Uang Itu Hamba, Bukan Tuan

Sabtu, 7 November 2020 – Hari Biasa Pekan XXXI

555

Lukas 16:9-15

“Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.”

“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?

Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”

Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.”

***

Akhir-akhir ini kepada kita banyak disajikan berita tentang orang yang ingin menguasai harta orang lain dengan berbagai cara. Ada orang yang ingin menguasai sepeda motor ojek online dengan cara membunuh pemiliknya; ada yang ingin menguasai uang temannya dengan cara memutilasinya; bahkan ada juga anak yang membawa ibunya ke pengadilan gara-gara warisan. Ketika orang sudah menjadi hamba uang, dia bisa melakukan apa saja demi itu, termasuk menghancurkan relasi dengan sesama bahkan dengan orang tua.

Hari ini Yesus berkata kepada kita, “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.” Apakah Yesus meminta kita untuk menjadi hamba uang seperti orang-orang dalam contoh di atas?

Konteks perkataan Yesus ini masih berkaitan dengan perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur. Jika bendahara yang tidak jujur mampu mengelola keuangan tuannya untuk mempersiapkan masa depannya sendiri, demikian juga kita seharusnya mampu mempergunakan harta yang kita miliki untuk masa depan kita, yakni kehidupan kekal. Bendahara yang tidak jujur menggunakan uang tuannya untuk membangun persahabatan dengan orang lain agar ketika dia dipecat orang-orang tersebut mau menjamin masa depannya. Demikian juga kita seharusnya mempergunakan uang dengan bijaksana supaya bisa bertemu dengan para sahabat dan berdiam dengan bahagia di rumah Bapa di surga.

Jangan menjadi hamba uang, tetapi jadikan uang sebagai hamba kita. Tuan kita hanya satu, yakni Bapa di surga. Yesus mengingatkan kita bahwa orang tidak bisa mengabdi pada dua tuan. Kita tidak bisa “mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”

Yesus tidak mengatakan bahwa harta itu jahat. Kita semua memerlukan harta, misalnya uang, pakaian, makanan, tempat tinggal, dan sebagainya. Seharusnya harta membantu kita agar semakin hidup bermartabat, bukan justru menghancurkan martabat kita. Ketika uang menjadi tuan, kita akan menumpuknya untuk diri kita sendiri. Kita pun menjadi rakus dan sombong. Hal ini akan menghancurkan relasi kita dengan sesama dan dengan Tuhan.

Menjadikan uang sebagai hamba artinya mempergunakan uang dengan bijaksana. Kita bisa mempergunakan uang untuk membantu orang-orang miskin atau untuk membantu pelayanan amal kasih lainnya. Dengan itu, uang yang kita miliki menjadi berkat bagi orang lain, juga membawa berkat bagi kehidupan kekal kita nanti.