Terdaftar di Surga

Sabtu, 3 Oktober 2020 – Hari Biasa Pekan XXVI

108

Lukas 10:17-24

Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: “Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di surga.”

Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorang pun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu.”

Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya tersendiri dan berkata: “Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat. Karena Aku berkata kepada kamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.”

***

Menghayati hidup kristiani berarti menghayati bahwa kita hidup di dunia, tetapi tidak dari dunia. Kebebasan batin seperti ini dapat berkembang dalam keheningan. Hidup tanpa keheningan, hidup yang tidak dibangun di atas batin yang hening, dengan mudah dapat runtuh. Kalau kita terlalu mengandalkan hasil-hasil pekerjaan kita sebagai satu-satunya jalan untuk menampilkan jati diri, kita akan menjadi sangat posesif dan defensif, juga cenderung melihat orang lain sebagai musuh yang harus dijauhi, alih-alih sebagai kawan yang dapat saling berbagi.

Dalam keheningan, sedikit demi sedikit kita dapat melepaskan keinginan-keinginan yang menjadikan kita pribadi yang tegang dan selalu tidak tenang. Dalam pusat batin kita, kita menyadari bahwa yang menentukan jati diri kita bukanlah hasil-hasil yang dapat kita rebut, melainkan anugerah-anugerah yang telah kita terima. Dalam keheningan, kita dapat mendengar suara Dia yang sudah berbicara kepada kita sebelum kita dapat mengucapkan apa pun, yang sudah menyembuhkan kita sebelum kita menawarkan pertolongan kepada orang lain, yang sudah membebaskan kita sebelum kita dapat membebaskan orang lain, yang sudah mencintai kita sebelum kita dapat menyatakan cinta kepada orang lain.

Dalam keheningan itulah kita menemukan bahwa keberadaan kita lebih penting daripada memiliki, bahwa diri kita mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi daripada hasil-hasil yang dapat kita capai. Dalam keheningan, kita melihat bahwa hidup kita bukanlah milik yang harus kita pertahankan, melainkan anugerah yang harus kita bagikan. Di situ pula kita dapat melihat bahwa kata-kata penghiburan yang kita ucapkan adalah anugerah yang diberikan kepada kita, bahwa kasih yang kita nyatakan adalah bagian dari kasih yang jauh lebih agung.

Itulah yang dimaksud dalam sabda Yesus hari ini ketika Ia berkata, “Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di surga.”

Diolah dari Henri J.M. Nouwen, Tuhan Tuntunlah Aku (Yogyakarta: Kanisius, 1994).