Seni Mengampuni

Minggu, 13 September 2020 – Hari Minggu Biasa XXIV

157

Matius 18:21-35

Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.

Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya.

Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.

Maka Bapa-Ku yang di surga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”

***

Dalam kehidupan bersama dengan keluarga, lingkungan sekitar, dan masyarakat pada umumnya, kita mengalami banyak hal. Yang paling sulit, kadang-kadang kita diperlakukan tidak adil, dihina, direndahkan, dilukai, dicurigai, dan dipojokkan. Pengalaman pahit semacam itu sering kali membuat kita menutup hati, menolak kehadiran orang-orang yang memperlakukan kita seperti itu. Kita berpikir, daripada sakit hati, lebih baik tidak dekat-dekat dengan mereka. Lebih lanjut, bisa jadi kita balas sikap mereka itu dengan permusuhan. Pintu maaf bagi mereka kita tutup rapat-rapat.

Memberi pengampunan merupakan seni kehidupan yang menampilkan keindahan hidup bersama. Inilah yang hendak dikatakan Yesus hari ini ketika menjawab pertanyaan murid-Nya tentang mengampuni sesama yang melakukan kesalahan.Yesus mengajak para murid untuk melihat pengampunan dari segi kualitas (disposisi batin), bukan kuantitas (jumlah pengampunan yang diberikan). Dengan ini, kita diajak untuk memiliki semangat mengampuni sesama. Berapa banyak kita telah memberikan pengampunan tidak perlu dihitung, sebab ini merupakan perjuangan yang terus-menerus. Selama kita hidup bersama dengan orang lain, semangat mengampuni harus terus dibangun. Pada dasarnya, pengampunan membebaskan diri kita sendiri dari rasa geram, marah, dan dendam.

Mengampuni merupakan tindakan yang memerlukan perjuangan besar. Ini seperti melepaskan hutang seseorang kepada kita. Dengan besar hati, kita mengatasi rasa sakit dalam diri kita dan berani menerima kehadiran orang yang menjadi sumber dari rasa sakit itu. Dasar tindakan tersebut adalah kasih pengampunan yang kita terima dari Allah. Mengapa kita mengampuni orang yang bersalah terhadap kita? Karena Allah sudah terlebih dahulu mengampuni kesalahan kita. “Hutang” kita sudah dianggap lunas oleh-Nya, maka kita pun harus bersedia menganggap lunas “hutang” saudara-saudari kita yang lain.

Akhirnya, mengampuni itu seperti membangun keindahan seni yang tiada habisnya. Dengan mengampuni tanpa batas, kita mendirikan bangunan rohani yang terarah kepada Allah. Semangat mengampuni mengokohkan batin kita sebagai manusia beriman. Dengan itu, kehadiran kita sungguh menjadi berkat bagi sesama.