Matius 18:15-20
“Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga. Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang darimu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di surga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.”
***
Gibah yang berarti membicarakan orang lain alias bergosip sering terjadi dalam kehidupan bersama di kalangan masyarakat kita. Yang dibicarakan umumnya bukan hal-hal yang baik tentang seseorang, melainkan hal-hal yang buruk. Dijadikan bahan pembicaraan tentu saja tidak akan membawa dampak positif bagi seseorang, tetapi justru akan membuat orang itu tidak berkembang karena diasingkan dan dikucilkan. Demikianlah kehidupan bersama dalam suatu komunitas yang mestinya membuat pribadi-pribadi semakin tumbuh dan berkembang kerap kali justru membuat orang-orang di dalamnya menderita karena terus-menerus dijadikan omongan.
Sabda Tuhan dalam bacaan Injil hari Minggu ini mengingatkan kita semua sebagai orang kristiani akan makna kehidupan bersama. Yesus bersabda, “Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Kehidupan bersama mestinya mampu menghadirkan Tuhan yang tampak dalam perbuatan saling mengasihi. Paulus menekankan hal itu kepada jemaat di Roma dengan berkata, “Hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat” (bacaan kedua hari ini, Rm. 13:8-10). Yesus sendiri menunjukkan dengan jelas bagaimana kasih itu harus diwujudkan, khususnya ketika ada saudara yang berbuat dosa. “Tegurlah dia di bawah empat mata … Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat.” Kasih hendaknya tidak reaktif, tetapi solutif.
Saudara-saudari yang terkasih, tiga hal dapat kita renungkan pada hari Minggu ini. Pertama, kehidupan bersama atau suatu komunitas mestinya mampu menghadirkan Tuhan. Kehadiran Tuhan tampak ketika orang-orang yang hidup bersama saling mengasihi satu dengan yang lain.
Kedua, kehidupan bersama mengadaikan adanya komunikasi yang baik, dekat, dan saling mengembangkan. Gibah atau bergosip adalah tindakan yang reaktif dan bukan solutif. Dalam tahapan komunikasi, membicarakan orang lain adalah komunikasi tingkat kedua; tingkat pertama adalah komunikasi basa-basi; tingkat ketiga adalah berbagi ide dan gagasan; tingkat keempat adalah sharing dari hati ke hati; dan tingkat kelima adalah relasi intim. Berhadapan dengan saudara yang berbuat dosa, Yesus mengedepankan tingkat komunikasi keempat, yakni komunikasi dari hati ke hati dengan menegur yang bersangkutan secara empat mata.
Ketiga, kasih menjadi hukum dan nilai dasar yang mesti menjiwai relasi, komunikasi, dan kehidupan bersama kita. Paulus kepada jemaat di Roma menegaskan kembali hal tersebut, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri! Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia…”
Semoga keluarga kita dan komunitas-komunitas tempat kita berada dapat sungguh-sungguh menjadi komunitas yang mampu mengomunikasikan kasih antara satu dengan yang lain.