Matius 13:47-53
“Demikian pula hal Kerajaan Surga itu seumpama pukat yang dilabuhkan di laut, lalu mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan. Setelah penuh, pukat itu pun diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam pasu dan ikan yang tidak baik mereka buang. Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.
Mengertikah kamu semuanya itu?” Mereka menjawab: “Ya, kami mengerti.” Maka berkatalah Yesus kepada mereka: “Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.” Setelah Yesus selesai menceriterakan perumpamaan-perumpamaan itu, Ia pun pergi dari situ.
***
Ada dua hal menarik yang bisa dimaknai dari perumpamaan tentang pukat. Pertama, analogi pukat menunjukkan betapa pentingnya bekerja dalam jaringan. Bagaimana mungkin sebuah pukat yang berlubang bisa menangkap ikan? Pasti tidak bisa. Mewartakan Kerajaan Allah adalah suatu kerja bersama, bukan proyek pribadi atau kelompok. Kita perlu melatih diri bekerja sama dengan siapa pun, apalagi kita hidup di Indonesia yang penuh dengan keanekaragaman. Bekerja sama dalam jaringan kiranya sudah menjadi tuntutan alamiah kita.
Oleh karena itu, kita perlu menghindari sikap single fighter atau one man show. Kedua sikap ini mendorong seseorang untuk memonopoli kerja dan menyingkirkan orang lain. Sebaliknya, sikap yang dituntut adalah keluwesan dan kerendahan hati. Kalau kita luwes dan rendah hati, kita mudah berelasi, berkomunikasi, dan bekerja sama dengan siapa saja.
Kedua, gambaran tentang ikan yang dipilah-pilah. Gambaran ini menunjuk pada keadaan final Kerajaan Allah. Saat itu, orang dinilai berdasarkan kualitas hidupnya, sebagaimana ikan yang baik dipisahkan dari ikan yang buruk. Yang baik akan berbahagia, sedangkan yang jahat akan menderita. Yesus menyatakan hal ini bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk mengajak kita bermenung, “Sudah sejauh mana kita memaknai hidup ini?”
Saudara-saudari terkasih, melalui perumpamaan ini, kita diajak untuk mengubah pandangan kita. Lebih dalam dari itu, kita pun dipanggil untuk membangun hidup yang berkualitas. Hidup berkualitas yang dimaksud yakni hidup yang mengamalkan nilai-nilai Kerajaan Allah sebagaimana telah diajarkan Yesus. Selain itu, kita juga perlu memerangi sikap-sikap rasial sebab bertentangan dengan nilai-nilai Kerajaan Allah.