Makna Perumpamaan tentang Penabur

Jumat, 24 Juli 2020 – Hari Biasa Pekan XVI

18584

Matius 13:18-23

“Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu. Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Surga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan. Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad. Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan mengimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.”

***

Yesus telah menyampaikan perumpamaan tentang penabur, yang berfokus pada benih dan tempat benih itu jatuh (Mat. 13:3-9). Benih tersebut jatuh di berbagai jenis tanah, yakni di pinggir jalan, di tanah berbatu-batu, di tengah semak berduri, dan di tanah yang baik. Berbagai jenis tanah ini dapat dipahami jika kita mengenal tradisi pertanian di Palestina. Seorang petani menabur benih sebelum tanah dibajak, sehingga tidaklah mengherankan jika benih itu jatuh di berbagai jenis tanah. Pertumbuhan benih sangat tergantung pada jenis tanah di mana benih itu jatuh. Ada yang langsung dimakan burung; ada yang segera tumbuh, tetapi kemudian layu dan kering; ada yang mati karena terimpit semak duri; tetapi ada juga yang tumbuh dan berbuah. Berbagai jenis tanah ini dikaitkan dengan penolakan dan penerimaan orang terhadap firman Tuhan yang ditaburkan oleh Yesus sendiri.

Bacaan Injil hari ini menyajikan tafsir atas perumpamaan itu. Benih yang jatuh di pinggir jalan menunjuk kepada orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Surga tetapi tidak mengerti, sehingga kemudian dirampas oleh si jahat. Benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu menunjuk kepada orang yang mendengar dan menerima firman itu dengan gembira tetapi tidak berakar, sehingga tahan sebentar saja. Benih yang jatuh di tengah semak duri adalah orang yang mendengar firman tetapi kekhawatiran dan tipu daya mengimpitnya sehingga tidak berbuah. Benih yang jatuh di tanah yang baik ialah orang yang mendengarkan firman itu dan mengerti, sehingga menghasilkan buah berlipat ganda. Jadi, perumpamaan ini rupanya berbicara tentang tanggapan atas Kerajaan Allah yang diwartakan dan diajarkan Yesus.

Melalui penjelasan itu, Matius ingin mengajukan pertanyaan kepada kita: Di mana posisi diri kita dalam perumpamaan tersebut? Kita ini adalah benih yang jatuh di pinggir jalan atau di tanah yang berbatu-batu atau di tengah semak duri atau di tanah yang subur? Semoga kita termasuk dalam kategori tanah yang subur, yakni orang-orang yang tekun mendengarkan firman Tuhan, memahaminya, serta menghasilkan banyak buah karena menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari.