Gembala yang Menyelamatkan

Rabu, 6 Mei 2020 – Hari Biasa Pekan IV Paskah

170

Yohanes 12:44-50

Tetapi Yesus berseru kata-Nya: “Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus Aku; dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku. Aku telah datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan. Dan jikalau seorang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, Aku tidak menjadi hakimnya, sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya. Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman. Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan. Dan Aku tahu, bahwa perintah-Nya itu adalah hidup yang kekal. Jadi apa yang Aku katakan, Aku menyampaikannya sebagaimana yang difirmankan oleh Bapa kepada-Ku.”

***

Kepada anak-anak biasanya diajarkan agar mereka memperhatikan peraturan. Supaya mereka taat, orang dewasa biasanya memberikan ancaman hukuman tertentu. Namun, ancaman tersebut bisa jadi membuat anak-anak itu takut, sehingga terbawa dan terpelihara dalam hidup mereka hingga dewasa. Terbentuklah sikap taat yang didasari oleh rasa takut. Menaati peraturan lalu lintas hanya kalau ada polisi atau ke gereja karena takut tidak diberkati Tuhan adalah contoh sikap yang seperti itu.

Rasa takut sebenarnya alamiah dan perlu. Takut akan binatang buas, takut jatuh dari ketinggian, semua itu wajar adanya. Namun, ada juga ketakutan yang tidak perlu, yaitu seperti yang digambarkan di atas. Itu takut yang keliru, takut yang menyesatkan.

Yesus datang bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk membawa keselamatan. Ia bersabda, “Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya.” Dengan demikian, Yesus mau memberikan yang baik kepada manusia. Pandangan Yesus adalah pandangan penuh kasih, seperti ketika Ia memandang Petrus yang telah menyangkal-Nya tiga kali.

Saudara-saudari terkasih, mari kita mohon rahmat agar pandangan kita juga pandangan penuh kasih kasih, bukan pandangan ketakutan. Kita menaati peraturan lalu lintas karena ingin mengasihi, tidak mau membuat orang lain celaka. Kita pun pergi ke gereja karena ingin mengasihi Tuhan dan segenap umat beriman. Sikap batin seperti ini niscaya akan membawa kegembiraan dalam hidup kita.

Bagaimana sikap batin kita? Apakah hidup kita dipenuhi oleh ketakutan yang tidak perlu? Apakah hidup kita dipenuhi oleh pandangan penuh kasih yang menggembirakan, yang membuat hidup menjadi lebih cerah?