Filipi 2:6-11
Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!
***
Hari ini kita merayakan Hari Minggu Palma. Sebagai bacaan kedua, dalam perayaan Ekaristi hari ini kita akan mendengarkan Flp. 2:6-11. Banyak ahli Kitab Suci menilai, surat kepada jemaat Filipi adalah surat pastoral terbaik. Sebagai gembala sekaligus pendiri jemaat Filipi, Paulus dalam surat ini memuji jemaat, mengajar, sekaligus memberi mereka dorongan, nasihat, bimbingan, serta peringatan. Sangat jelas, ia begitu mengasihi mereka. Tidak heran, kita akan sering menemukan kata “sukacita” dalam surat Filipi. Paulus tampaknya menulis surat ini dengan penuh kasih dan kegembiraan.
Flp. 2:6-11 sendiri sering dipuji sebagai perikop yang “paling agung dan paling menggugah” yang pernah ditulis Paulus mengenai Yesus. Paulus di sini sebenarnya mengutip sebuah madah kuno yang pada pokoknya memuji kerelaan Yesus. Ia rela merendahkan diri demi keselamatan umat manusia. Yesus pada hakikatnya adalah Allah. Namun, Ia tidak ngotot mempertahankan kedudukan itu.
Yesus telah mengosongkan diri-Nya sendiri. Demikianlah dengan sangat hidup dan indah digambarkan pengurbanan dan inkarnasi yang terjadi pada diri Yesus. Bayangkanlah gelas berisi air yang kemudian dituang sampai habis sama sekali. Seperti itulah Yesus. Ia adalah Allah sejati, namun rela menanggalkan kemuliaan-Nya itu sehabis-habisnya untuk menjadi seorang manusia.
Kehinaan Yesus selanjutnya semakin ditegaskan. Ia bukan hanya manusia, tetapi juga hamba. Hamba itu juga nantinya mati dibunuh di kayu salib, sebuah kematian yang sungguh-sungguh memalukan. Itulah yang terjadi pada diri Yesus, Allah yang mulia, yang berkenan merelakan diri-Nya menjadi manusia yang hina.
Namun, justru karena itulah Allah Bapa berkenan kepada-Nya. Yesus ditinggikan dan kepada-Nya Bapa menganugerahkan “nama di atas segala nama.” Dalam Alkitab, tahapan baru dalam hidup seseorang memang ditandai dengan pemberian nama baru. Apa nama baru untuk Yesus? Nama baru itu tidak lain adalah “Tuhan.” Selain itu, Bapa juga membuat segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi bertekuk lutut menyembah Yesus. Semua mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Mengakui hal itu sama artinya memuliakan Bapa.
Karena serangan wabah mematikan di seluruh penjuru dunia, rangkaian perayaan Paskah tahun ini kita rayakan dengan cara yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Kita tidak berhimpun bersama, tidak berkumpul di gereja untuk mengenangkan sengsara dan kebangkitan Tuhan, tidak pula mengadakan perarakan saat Hari Minggu Palma. Tentu kita semua merasa sedih, mungkin ada yang sampai menitikkan air mata dan bertanya-tanya mengapa hal ini bisa terjadi.
Namun, kita harus sabar dan tabah. Justru inilah saat yang tepat bagi kita untuk meneladani Yesus yang tetap setia dalam penderitaan-Nya. Kita diajak untuk mengosongkan diri dan merendahkan diri serendah-rendahnya bersama Dia. Dengan teladan Yesus, mari kita memikul salib kehidupan ini bersama-sama, saling membantu dan peduli ketika orang-orang di sekitar kita membutuhkan pertolongan. Dengan doa kepada Tuhan dan kerja sama dengan sesama, semoga kita dapat melalui saat-saat sulit ini dengan sebaik-baiknya.