Yoel 2:12-18
“Tetapi sekarang juga,” demikianlah firman TUHAN, “berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya. Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan-Nya berkat, menjadi korban sajian dan korban curahan bagi TUHAN, Allahmu.
Tiuplah sangkakala di Sion, adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah bangsa ini, kuduskanlah jemaah, himpunkanlah orang-orang yang tua, kumpulkanlah anak-anak, bahkan anak-anak yang menyusu; baiklah penganten laki-laki keluar dari kamarnya, dan penganten perempuan dari kamar tidurnya; baiklah para imam, pelayan-pelayan TUHAN, menangis di antara balai depan dan mezbah, dan berkata: “Sayangilah, ya TUHAN, umat-Mu, dan janganlah biarkan milik-Mu sendiri menjadi cela, sehingga bangsa-bangsa menyindir kepada mereka. Mengapa orang berkata di antara bangsa: Di mana Allah mereka?”
TUHAN menjadi cemburu karena tanah-Nya, dan Ia belas kasihan kepada umat-Nya.
***
Rabu Abu adalah sebuah hari yang luar biasa, di mana secara bersama-sama seluruh Gereja memasuki Masa Prapaskah, masa pertobatan. Bukan berarti di masa-masa lain pertobatan tidak penting, tetapi dalam masa Prapaskah, pertobatan menjadi sebuah tindakan komunal, dilakukan dalam kebersamaan oleh segenap umat. Pertobatan yang diharapkan dalam Masa Prapaskah bukanlah pertobatan yang pura-pura atau kambuhan saja. Pertobatan ini hendaknya tidak berhenti di mulut atau berupa teori-teori suci saja, tetapi harus tampak secara konkret, yakni dalam relasi dengan Allah dan sesama.
Nabi Yoel dalam bacaan pertama hari ini menyerukan sebuah ujaran yang sangat otentik, “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu.” Dengan ini ia menyerukan pertobatan yang sungguh-sungguh, yang mengembalikan manusia pada harkat dan identitasnya sebagai anak-anak Allah.
Salah satu bentuk pertobatan yang sungguh-sungguh adalah dengan memperjuangkan keadilan. Bukan kebetulan bahwa kata Ibrani sadakah berasal dari kata sedek yang artinya “adil.” Ketika Gereja berhenti memperjuangkan keadilan atau berdiam diri saja terhadap ketidakadilan yang terjadi di sekitarnya, saat itu juga Gereja akan kehilangan pesonanya. Identitas diri Gereja adalah pejuang keadilan, sebagaimana Allah sendiri selalu berpihak kepada para korban ketidakadilan.
Saudara-saudari sekalian, berpantang, berpuasa, dan berdoa itu baik, tetapi alangkah sempurnanya pertobatan itu bila diiringi oleh sedekah yang konkret kepada mereka yang kecil, miskin, dan tersingkir. Mari kita bersama-sama melakukan itu dalam masa pertobatan yang agung ini.