Natal dan Salib

Kamis, 26 Desember 2019 – Pesta Santo Stefanus

97

Matius 10:17-22

“Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.

Orang akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah akan anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka. Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.”

***

Berita duka yang tiba-tiba datang saat kita sedang berpesta tentunya akan membuat kegembiraan yang kita rasakan lenyap seketika. Pesta jadi terasa hambar karena mendadak muncul suasana yang bertolak belakang. Pesta membawa sukacita, sedangkan duka membawa kesedihan. Hari ini kita merasakan hal itu. Di tengah sukacita Natal, kita memperingati kemartiran Stefanus. Mengapa kita memperingati kemartiran Stefanus sehari setelah Natal?

Peringatan kemartiran Stefanus sehari setelah Natal mengingatkan kita bahwa Natal tidak terpisahkan dari salib. Kita semua tahu bahwa jika ingin masuk ke dalam Kerajaan Allah, kita harus memikul salib dan mengikut Yesus. Karena itu, tidak ada jalan lain untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah selain jalan salib. Alasan utama Yesus menjadi manusia seperti kita adalah untuk menyelamatkan dan menebus kita dari dosa dan kematian, serta memberi kita kehidupan baru sebagai anak-anak Allah. Inilah kaitan antara Natal dan salib. Yesus dilahirkan dan mati untuk kita. Natal bukan hanya tentang bayi Yesus yang lahir ke dunia, tetapi juga tentang kehidupan yang akan berakhir di kayu salib.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus memperingatkan tentang konsekuensi menjadi murid-murid-Nya. Menjadi murid Yesus berarti harus siap ditolak, dihukum, dan dibunuh. Penolakan ini tidak hanya datang dari orang-orang yang jauh, tetapi juga dari orang-orang yang memiliki kedekatan relasi dengan kita. Yesus menegaskan bahwa mereka yang memiliki kesetiaan dan komitmen untuk terus memikul salib akan selamat.

Stefanus adalah contoh nyata bagaimana menjadi murid Yesus yang sejati. Dia memiliki komitmen dan kesetiaan dengan memberikan nyawanya bagi Yesus. Dia menunjukkan kepada kita bahwa menyambut kedatangan Tuhan berarti harus mempersembahkan hidup kepada-Nya. Sebagai bagian dari perayaan Natal, peringatan kemartiran Stefanus mengingatkan kita bahwa kebahagian dan penderitaan adalah bagian dari hidup manusia. Oleh karena itu, ketika penderitaan datang dalam hidup kita, kita tidak boleh memprotes dan menyalahkan Allah.