Matius 13:44-46
“Hal Kerajaan Surga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.
Demikian pula hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.”
***
Setiap orang dalam hidup ini pasti mencari atau mengupayakan harta milik. Entah banyak atau sedikit, entah besar atau kecil, harta memang sangat berguna dalam kehidupan ini. Tidak heran, dalam mengusahakannya, kita berdaya upaya dengan sekuat tenaga, tanpa kenal lelah, bahkan kalau perlu dengan penuh pengorbanan.
Ada sejumlah ungkapan untuk menggambarkan hal itu, seperti bekerja keras, membanting tulang, dan memeras keringat. Ungkapan lain yang kiranya lebih dramatis adalah “seperti menggunakan kaki sebagai kepala dan kepala sebagai kaki.” Itu mau menggambarkan orang yang habis-habisan bekerja demi mencukupi kebutuhan hidupnya.
Bukan hanya berlaku dalam hal kerja, semangat yang sama semestinya berlaku pula dalam hal cinta. Cinta harus diperjuangkan, apalagi cinta kepada Tuhan yang berlandaskan iman. Cinta adalah harta yang indah dan sangat berharga. Cinta kepada Tuhan mendorong kita untuk senantiasa dekat dan sehati dengan-Nya. Hal itu harus kita upayakan dengan sekuat tenaga.
Perumpamaan tentang harta terpendam dan mutiara yang indah yang dikisahkan Yesus hari ini menjadi gambaran akan sesuatu yang sangat berarti dalam kehidupan ini. Orang yang menemukannya sampai-sampai dikatakan menjual barang miliknya demi harta atau mutiara tersebut. Ini artinya, yang ia temukan sungguh berharga, lebih dari segala sesuatu yang sudah ia miliki. Demikianlah halnya dengan kasih Allah. Kasih Allah sungguh berharga, lebih dari segala sesuatu yang kita miliki. Beranikah kita memperjuangkannya?
Mari kita jadikan Santo Ignasius Loyola, orang kudus yang kita peringati hari ini, sebagai teladan. Santo Ignasius berani menjadikan Allah sebagai pusat hidupnya. Cinta Allah ia jadikan fondasi hidup dan pemberian dirinya kepada Allah sendiri dan kepada sesama. Saudara-saudari sekalian, di tengah-tengah kesibukan, kepenatan, maupun kelimpahan, marilah kita terus berjuang untuk menjadikan Allah sebagai pusat kehidupan kita.