Mencari Alasan untuk Berdosa

Kamis, 28 Feburari 2019 – Hari Biasa Pekan VII

219

Sirakh 5:1-8

Jangan mengandalkan kekayaanmu, dan jangan berkata: “Ini cukup bagiku.” Hati dan kekuatanmu jangan kauturut untuk berlaku sesuai dengan hawa nafsu hatimu. Jangan berkata: “Siapa berkuasa atas diriku?” Memang Tuhan akan menghukum engkau dengan keras. jangan berkata: “Betul, aku sudah berdosa, tetapi apakah menimpa diriku? Sebab Tuhan panjang hati.” Jangan menyangka pengampunan terjamin, sehingga engkau menimbun dosa demi dosa. Jangan berkata: “Memang belas kasihan-Nya besar, dosaku yang banyak ini pasti diampuni-Nya.” Sebab baik belas kasihan maupun kemurkaan ada pada Tuhan, dan geram-Nya turun atas orang jahat. Jangan menunda-nunda berbalik kepada Tuhan, jangan kautangguhkan dari hari ke hari. Sebab tiba-tiba meletuslah kemurkaan Tuhan, dan pada saat hukuman engkau dihancurkan. Jangan percaya pada harta benda yang diperoleh dengan tidak adil, sebab tidak berguna sedikitpun pada hari sial.

***

Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia itu lemah dan mempunyai kecenderungan kepada dosa. Namun, itu tidak berarti bahwa manusia harus jatuh ke dalam dosa dan tidak dapat melawan kecenderungan kepada dosa. Manusia sering kali berada dalam ketegangan ketika harus bertindak: apakah ia akan memilih untuk melakukan apa yang benar atau yang menyenangkan. Yang benar belum tentu menyenangkan, tetapi manusia cenderung untuk memilih apa yang menyenangkan. Tuhan memberikan kepada manusia kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang tidak, serta kemampuan untuk melakukan apa yang benar. Karena melakukan hal-hal yang benar sering dianggap berat dan tidak menyenangkan, manusia banyak kali memilih untuk melakukan hal-hal yang ringan dan menyenangkan.

Yesus bin Sirakh mengingatkan, “Jangan mengikuti setiap kecenderungan walaupun engkau mampu, dan jangan mengikuti hawa nafsumu.” Ketika orang hanya mengikuti hawa nafsu, ia tidak memikirkan mana yang benar dan mana yang tidak. Yang dia pilih untuk dilakukan adalah yang sesuai dengan hawa nafsunya itu. Misalnya, ketika manusia dikuasai oleh dendam, hawa nafsu mendorong dia untuk membalas, yakni menyakiti orang yang telah menyakitinya. Ia tidak memikirkan apakah tindakannya itu benar atau salah; ia juga tidak memikirkan dampak dari tindakannya itu. Ketika menuruti hawa nafsu, manusia mengabaikan Tuhan dan tidak mempedulikan kehendak-Nya. Bin Sirakh mengingatkan supaya orang tidak berlaku demikian. Tuhan tidak akan berkenan dan dapat menjatuhkan hukuman atas orang yang melakukan hal itu.

Jika sudah berdosa, orang harus siap untuk menanggung konsekuensinya. Tuhan tidak berkenan kepada dosa dan tidak mau berkompromi dengan dosa. Karena itu, Tuhan yang adil akan menjatuhkan hukuman kepada orang yang telah berdosa. Jangan sampai kita berkata, “Memang aku sudah berdosa, tetapi aku tak akan dihukum karena Tuhan sabar.” Tuhan memang sabar, tetapi tidak berarti Ia akan membiarkan manusia berdosa sesukanya tanpa menanggung konsekuensi. Tidak dapat dibenarkan bila manusia menggunakan kesabaran Tuhan sebagai alasan untuk berbuat dosa. Selain itu, jangan melakukan dosa demi dosa karena yakin bahwa kita pasti diampuni Tuhan. Dia memang mengampuni orang berdosa yang bertobat. Namun, Dia tidak akan membiarkan orang dengan sengaja berbuat dosa karena yakin akan mendapatkan pengampunan. Sikap yang demikian sama sekali tidak mengungkapkan rasa hormat kepada Tuhan. Mengingat semua itu, bin Sirakh mengingatkan, “Kembalilah segera kepada Tuhan dan jangan menunda-nunda saat itu…”