Nilai Pengurbanan

Senin, 21 Januari 2019 – Peringatan Wajib Santa Agnes

117

Ibrani 5:1-10

Sebab setiap imam besar, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa. Ia harus dapat mengerti orang-orang yang jahil dan orang-orang yang sesat, karena ia sendiri penuh dengan kelemahan, yang mengharuskannya untuk mempersembahkan korban karena dosa, bukan saja bagi umat, tetapi juga bagi dirinya sendiri. Dan tidak seorang pun yang mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri, tetapi dipanggil untuk itu oleh Allah, seperti yang telah terjadi dengan Harun. Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepada-Nya: “Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini”, sebagaimana firman-Nya dalam suatu nas lain: “Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek.” Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya, dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek.

***

Salah satu nilai yang masih saya ingat dari nasihat salah satu pembimbing di seminari menengah puluhan tahun yang lalu adalah ungkapan “mengalah untuk menang.” Nasihat ini disampaikan dalam konteks “perkelahian” yang terjadi di antara kami. Ketika terjadi selisih paham di antara kami, pembimbing mengajak agar pihak-pihak yang berselisih paham berlomba-lomba untuk meminta maaf dan memaafkan. Minta maaf dan memaafkan membutuhkan pengorbanan, membutuhkan kemauan untuk mengalahkan keegoisan. Untuk bisa memaafkan, kita harus mengalahkan diri sendiri dari yang disebut gengsi dan lain sebagainya.

Bacaan pertama hari ini diambil dari Surat kepada Jemaat Ibrani. Dari bacaan ini, kita bisa merenungkan ungkapan “mengalah untuk menang” lebih dalam lagi. Penulis Surat Ibrani mengungkapkan kepada kita siapa itu Kristus, Tuhan kita. Melalui perbandingan dengan imam-imam Perjanjian Lama, sang penulis memaparkan Kristus sebagai Imam Agung yang “mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis.” Kristus mempersembahkan diri di kayu salib. Sebagai Imam Agung, Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri. Persembahan diri Kristus ini menjadi “pokok keselamatan abadi” karena dengan cara ini ditebuslah dosa-dosa manusia. Kristus memilih taat dalam pengurbanan-Nya supaya terjadi kemenangan bagi manusia.

Sebagai orang kristiani, kita hidup karena dan dalam pengurbanan Kristus ini. Kita dipermandikan dan dengan demikian diselamatkan oleh pengurbanan Kristus. Pengurbanan Kristus tampak nyata dalam Ekaristi. Demikian juga, kita dihidupi oleh Ekaristi yang setiap saat kita rayakan. Setiap kali menerima Ekaristi, itu berarti kita disatukan dalam pengurbanan Kristus dan semestinya hidup dalam semangat pengurbanan-Nya.

Hari ini kita mengenang Santa Agnes, seorang perawan dan martir yang hidup di Roma pada akhir abad III dan awal abad IV. Ia mengalami penganiayaan pada masa Kaisar Diokletianus. Ia memilih untuk setia pada ikrarnya untuk tetap perawan bagi Kristus. Karena baginya Kristus adalah segala-galanya, semua derita dan akhirnya kematian sebagai martir sanggup ia tanggung.

Kita merenungkan pengurbanan Kristus dan semangat kemartiran Santa Agnes. Karena cinta-Nya pada umat, Kristus memilih taat dalam pengurbanan di kayu salib. Santa Agnes memilih mempertahankan cintanya kepada Kristus walau mengalami penderitaan. Kemartiran adalah buah dari cintanya itu. Semoga kita juga dibangkitkan dalam semangat yang sama, dikobarkan dalam kerendahan hati untuk berani berkurban dan berkorban.