Mengingat Tugas Utama

Rabu, 16 Januari 2019 – Hari Biasa Pekan I

254

Markus 1:29-39

Sekeluarnya dari rumah ibadat itu Yesus dengan Yakobus dan Yohanes pergi ke rumah Simon dan Andreas. Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Mereka segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus. Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. Kemudian perempuan itu melayani mereka. Menjelang malam, sesudah matahari terbenam, dibawalah kepada Yesus semua orang yang menderita sakit dan yang kerasukan setan. Maka berkerumunlah seluruh penduduk kota itu di depan pintu. Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan; Ia tidak memperbolehkan setan-setan itu berbicara, sebab mereka mengenal Dia.

Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana. Tetapi Simon dan kawan-kawannya menyusul Dia; waktu menemukan Dia mereka berkata: “Semua orang mencari Engkau.” Jawab-Nya: “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang.” Lalu pergilah Ia ke seluruh Galilea dan memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat mereka dan mengusir setan-setan.

***

Mukjizat ternyata bisa menimbulkan efek negatif, yakni salah paham. Yesus sendiri mengalami hal itu. Ia membuat banyak mukjizat untuk mendukung pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah, tetapi masyarakat tampaknya kurang menyadari hal itu. Mereka lebih tertarik pada mukjizat daripada Kerajaan Allah. Berduyun-duyun mereka mendatangi Yesus, bukan untuk mendengarkan pewartaan-Nya, melainkan semata-mata untuk mencari kesembuhan bagi diri mereka sendiri.

Dalam situasi demikian, sebenarnya mudah saja bagi Yesus jika Ia mau mencari kemuliaan bagi diri-Nya sendiri. Orang banyak memuja-muja Dia, mengagumi kuasa-Nya yang luar biasa. Namun, hal-hal begitu tidak pernah membuat Yesus tergoda. Ia senantiasa teguh memegang prinsip. Oleh Yesus, aneka macam godaan ditepis dengan doa. Karena itulah dalam situasi sesibuk apa pun, Yesus selalu menyempatkan diri untuk menyepi dan berdoa.

Di Kapernaum, Yesus melakukan hal yang sama. Pagi-pagi benar Ia bangun, mencari tempat terpencil untuk mengundurkan diri dari kegiatan-Nya yang padat. Dengan doa, Ia menjalin komunikasi dengan Bapa yang mengutus-Nya. Doa juga menjadi kesempatan bagi Yesus untuk merenungkan tugas perutusan-Nya. Untuk apa Ia diutus? Untuk membuat mukjizat, untuk memukau orang dengan rupa-rupa keajaiban? Bukan. Ia diutus terutama untuk memberitakan Injil kepada sebanyak mungkin orang.

Karena itu, meskipun orang banyak terus mencari-cari Dia dan berusaha menahan Yesus agar tidak meninggalkan Kapernaum, Yesus malah mengajak murid-murid-Nya untuk pergi ke kota lain. Kabar baik jangan dibendung di satu tempat. Orang-orang di tempat lain juga membutuhkan dan rindu untuk mendengarkannya.

Peristiwa di Kapernaum menunjukkan kepada kita bahwa Yesus, sebagai seorang utusan, mengetahui dengan pasti tugas-Nya yang utama. Lebih-lebih, Ia melaksanakan tugas itu dengan teguh, tidak mau dibelokkan oleh kepentingan-kepentingan pribadi, seperti misalnya mencari nama besar atau puji-pujian orang. Ia memang membuat mukjizat-mukjizat yang luar biasa, tetapi itu semua tujuannya adalah untuk memperlihatkan kekuasaan Allah atas roh-roh jahat.

Sikap Yesus ini mesti diteladani oleh kita, para pewarta Injil masa kini. Kita semua tahu bahwa godaan untuk menyimpang dari tugas perutusan itu begitu besar, misalnya saja dengan menjadikannya sarana untuk memperkaya diri atau mengharumkan nama sendiri. Karena itulah Yesus mengajak kita semua untuk senantiasa memelihara hubungan yang erat dengan Bapa. Meskipun sibuk, luangkanlah waktu untuk berdoa. Doa membuat kita ingat bahwa tugas utama kita adalah mewartakan Injil. Bukan membuat sarang di satu tempat, bukan pula membuat umat terpikat pada kehebatan kita.