Panggilan untuk Selalu Mengasihi

Selasa, 8 Januari 2019 – Hari Biasa Sesudah Penampakan Tuhan

295

Markus 6:34-44

Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.

Pada waktu hari sudah mulai malam, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya dan berkata: “Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah mereka pergi, supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa dan di kampung-kampung di sekitar ini.” Tetapi jawab-Nya: “Kamu harus memberi mereka makan!” Kata mereka kepada-Nya: “Jadi haruskah kami membeli roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka makan?” Tetapi Ia berkata kepada mereka: “Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!” Sesudah memeriksanya mereka berkata: “Lima roti dan dua ikan.” Lalu Ia menyuruh orang-orang itu, supaya semua duduk berkelompok-kelompok di atas rumput hijau. Maka duduklah mereka berkelompok-kelompok, ada yang seratus, ada yang lima puluh orang. Dan setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, supaya dibagi-bagikan kepada orang-orang itu; begitu juga kedua ikan itu dibagi-bagikan-Nya kepada semua mereka. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti dua belas bakul penuh, selain dari pada sisa-sisa ikan. Yang ikut makan roti itu ada lima ribu orang laki-laki.

***

Penulis surat Yohanes (bacaan pertama hari ini, 1Yoh. 4:7-10) mengajak pendengarnya untuk hidup dalam semangat saling mengasihi. Ia menegaskan dua hal. Pertama, Allah sendiri adalah kasih. Dia adalah sumber kasih. Kedua, semua orang yang hidup dalam kasih dengan sendirinya – melalui cara hidup mereka – menyatakan bahwa mereka sungguh-sungguh mengenal Allah. Kita menghadirkan Allah dalam kehidupan sehari-hari di dunia ini kalau saling mengasihi satu sama lain.

Inilah dasar dari kedua hal tersebut: Allah yang adalah kasih telah membuktikan kasih-Nya kepada kita melalui pemberian anugerah yang sangat besar. Anugerah itu tidak lain adalah Putra-Nya sendiri. Allah berkenan menganugerahkan Putra satu-satu-Nya bagi kita. Bagi penulis surat Yohanes, dasar dari panggilan untuk saling mengasihi satu sama lain adalah fakta bahwa Allah telah lebih dahulu mengambil inisiatif mencintai kita semua dengan cuma-cuma melalui kehadiran Putra-Nya sendiri bagi kita.

Allah yang mengasihi manusia tampak dalam pengalaman hati Yesus yang “tergerak.” Saat itu, Yesus melihat kerumunan orang banyak yang menanti-nantikan Dia. Mereka ini tampak seperti domba-domba tanpa gembala. Karena itu, Yesus langsung bertindak dengan menyediakan hal yang paling mereka perlukan saat itu, yakni makanan.

Dengan cara ini, Yesus memberi pengajaran konkret kepada kita semua bahwa kasih itu bukan sekadar perasaan tanpa makna. Apa gunanya kita merasa kasihan kepada orang lain yang menderita kalau kemudian ternyata kita tidak berbuat apa-apa? Apakah beban orang lain akan terangkat hanya dengan perasaan kasihan? Belas kasih pada akhirnya harus punya bentuk konkret. Kita harus mewujudkannya dalam gerakan dan tindakan nyata yang mampu menjawab persoalan yang ada.