Nebukadnezar: Raja Asyur atau Raja Babel? (1)

“Pada tahun kedua belas pemerintahan Nebukadnezar, yang menjadi raja orang Asyur di Niniwe, kota yang besar, Arfaksad menjadi raja atas orang Media di Ekbatana” (Ydt. 1:1)

1590

Dalam kesempatan ini, saya ingin mengajak pembaca sekalian untuk membuka-buka kitab Yudit, salah satu kitab yang berada di bagian Deuterokanonika. Sesuai dengan judulnya, kitab ini berkisah tentang kepahlawanan seorang perempuan bernama Yudit yang dengan gagah berani berjuang demi keselamatan bangsanya. Sebagai pembuka, kepada pembaca, kitab Yudit menyajikan kisah yang menjadi awal mula bahaya yang mengancam Israel, yakni perseteruan antara Nebukadnezar dan Arfaksad, raja Media (Ydt. 1:1-6).

Bangsa-bangsa menolak bersekutu dengan Nebukadnezar (Ydt. 1:7-12), tetapi celakanya dalam pertempuran melawan Arfaksad justru dialah yang menjadi pemenang (Ydt. 1:13-16). Untuk membalas dendam, Nebukadnezar kemudian mengirim pasukan guna menyerbu dan menaklukkan mereka yang dulu meremehkan dia (Ydt. 2:1-20). Holofernes, panglima besar sekaligus orang kepercayaan sang raja, ditunjuk sebagai pemimpin pasukan. Dalam waktu singkat, Holofernes berhasil menguasai banyak bangsa, dan tanpa dapat dicegah lagi mulai mendekati wilayah Yudea. Pasukan yang dipimpin oleh sang panglima lalu mengepung Betulia, sebuah kota yang terletak di daerah pegunungan. Betulia terlebih dahulu harus dikuasai kalau mereka mau berjalan terus menuju Yerusalem. Pengepungan atas Betulia menjadi awal tampilnya pahlawan yang tidak disangka-sangka, yaitu Yudit.

Karena berkisah tentang peperangan demi peperangan, sudah pasti kitab Yudit terasa seru dan menegangkan. Akan tetapi, kitab ini ternyata juga langsung bermasalah sejak awal. Sudah sejak permulaan cerita, kitab Yudit menyebut Nebukadnezar sebagai raja orang Asyur (Ydt. 1:1). Bagaimana mungkin Nebukadnezar menjadi raja Asyur? Bukankah dia ini raja termasyhur dari kerajaan Babel?

(Bersambung)