Selaras dalam Ucapan dan Tindakan

Sabtu, 25 Agustus 2018 – Hari Biasa Pekan XX

652

Matius 23:1-12

Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di surga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

***

“Tindakan lebih berbunyi dan berbuah daripada ucapan.” Itulah ungkapan yang pas sebagai inti sari dari yang dimaksudkan oleh Yesus dalam Injil hari ini. Yesus mengecam orang Farisi dan para ahli Taurat yang lebih suka mengajar tentang banyak hal, tetapi tidak pernah bertindak sesuai yang mereka katakan. Intensi dari kegiatan mereka adalah supaya dilihat orang. Dalam istilah sekarang, mereka ini terjerat penyakit “narsisme akut.” Mereka tidak sungguh-sungguh bertujuan mengajak sesama agar lebih dekat dan mengenal Tuhan.

Bacaan hari ini kiranya tidak hanya ditujukan untuk orang-orang itu, tetapi juga untuk kita semua yang sedang belajar mengikut Yesus. Kita diminta untuk melihat ke dalam diri kita dan mempertanyakan apa intensi kita di dalam mengikut Dia. Jika intensi kita sungguh murni, kita akan dengan mudah bertindak selaras dengan ucapan dan harapan kita.

Seminggu yang lalu, saya merayakan Ekaristi bersama dengan anak-anak SMK Strada, Daan Mogot, Tangerang. Di depan altar terdapat dua pot bunga. Yang pertama adalah pot bunga mawar yang tangkainya sudah dipotong-potong. Yang kedua adalah pot tanaman aglonema lengkap dengan tanahnya. Saya bertanya, ”Pot mana yang kalian pilih?” Mereka semua menjawab pot bunga mawar. Kemudian saya bertanya, “Apakah benar kalian mau seperti bunga mawar di dalam pot ini?” Saya mengambil mawar beserta dengan tangkainya yang sudah dipangkas itu. Bunga semacam ini akan layu dengan cepat, paling lama bertahan beberapa hari sebagai hiasan.

Kemudian saya mendekati pot aglonema dan memperlihatkan betapa susahnya mencabut tanaman ini sebab akarnya sudah dalam. Butuh berbulan-bulan dan bertahun-tahun untuk merawatnya. Orang memerlukan pupuk, air, sinar matahari, dan sebagainya. Di bagian akhir, saya mengatakan kepada mereka bahwa hidup kita tidak selayaknya seperti bunga potong yang bertahan hanya sebentar dan mudah ditarik.

Ucapan yang hanya terucap dan tanpa tindakan konkret adalah seumpama rangkaian bunga mawar yang indah tetapi mudah tercabut dan layu. Ia tidak akan lestari. Sebaliknya, tindakan yang mewujudkan ucapan adalah ibarat tanaman yang sungguh berakar kuat dan tahan lama.

Yesus mengajak kita untuk mampu berproses menjadi diri yang kuat dan berdaya tahan.  Maukah kita hidup yang selaras di dalam ucapan dan tindakan? Hal kecil apa yang akan kita lakukan untuk belajar agar ucapan dan tindakan kita senantiasa selaras?