4 Aspek Misi Kristiani

Minggu, 22 Juli 2018 – Minggu Biasa XVI

670

Markus 6:30-34

Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makan pun mereka tidak sempat. Maka berangkatlah mereka untuk mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi pada waktu mereka bertolak banyak orang melihat mereka dan mengetahui tujuan mereka. Dengan mengambil jalan darat segeralah datang orang dari semua kota ke tempat itu sehingga mendahului mereka. Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.

***

Yesus sudah terkenal sebagai seorang guru yang berkeliling dari desa ke desa untuk mengajar. Lalu Ia mengutus kedua belas pengikut-Nya untuk mewartakan pertobatan, mengusir setan, dan menyembuhkan orang-orang sakit. Dalam perikop yang dibacakan hari ini, kedua belas pengikut itu kembali dari misi mereka.

Markus menyebut mereka sebagai kedua belas “rasul.” Kata “rasul” (Yunani: apostolos) berkaitan dengan kata “mengutus.” Jadi, mereka disebut rasul karena mereka diutus oleh Yesus untuk meneruskan dan memperluas pekerjaan dan misi Yesus sendiri, yaitu mewartakan Injil, menyembuhkan orang sakit, dan mengusir setan. Dengan demikian, dalam tahap awal ini, rasul lebih menunjuk pada tugas atau fungsi, bukan jabatan.

Itulah aspek pertama dari misi kita: berpartisipasi dalam tugas perutusan Yesus dalam mewartakan Injil, menyembuhkan pelbagai macam sakit dan penyakit masyarakat, serta memerangi dan mengusir pelbagai kekuatan setani di dunia ini.

Setelah mereka terlibat dan diutus ke dunia, para rasul kembali kepada Yesus. Untuk apa? Untuk “berkumpul dengan Yesus” dan “memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan.”

Itulah segi kedua dari misi kristiani. Misi bukan hanya berasal dan berakar dari Yesus, tetapi juga bermuara pada-Nya. Misi kita tidak boleh berhenti pada dirinya sendiri, atau berhenti pada saat banyak orang diobati atau dipertobatkan. Misi harus terus-menerus dikembalikan kepada akarnya, yaitu pribadi Yesus sendiri. Misi harus terus dilihat kembali dan dievaluasi bersama dalam terang kehadiran Tuhan. Dengan demikian, misi kita tidak kehilangan akar dan kiblatnya.

Perhatikan bahwa cerita tentang misi para rasul diselingi oleh cerita tentang pembunuhan Yohanes Pembaptis. Cara bercerita khas Markus ini memperlihatkan segi ketiga dari misi kristiani, yaitu bahwa penolakan, penderitaan, dan salib adalah bagian hakiki dari misi. Para rasul diutus di bawah bayang-bayang kemartiran Yohanes Pembaptis. Mereka dan kita sejak awal sudah diingatkan bahwa tugas perutusan tidak akan luput dari salib. Selalu saja ada kuasa yang tidak rela diubah dan berupaya menghalangi pemberitaan Kabar Gembira. Dengan demikian, sebagai misionaris Injil, kita harus selalu siap menghadapi kuasa-kuasa dunia yang akan mempersulit, menghalangi, melawan, dan bahkan membunuh tugas dan pekerjaan kita, bahkan mungkin tubuh kita.

Keempat, misi kristiani hendaknya berpola pada Yesus, sang Gembala. Artinya, dalam mengajar sesama, kita mesti membiarkan diri kita terbuka untuk digerakkan oleh belas kasih Allah. Kita diutus bukan sekadar untuk memberi informasi tentang Kabar Baik, tetapi terutama untuk memberi pegangan dan arah serta harapan baru di tengah masyarakat kita yang semakin telantar dan tanpa arah.