Para Pelaku Sabda

Kamis, 28 Juni 2018 – Peringatan Wajib Santo Ireneus

158

Matius 7:21-29

“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”

“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.”

Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka.

***

Melihat di Gereja-gereja lain ada karunia-karunia yang spektakuler – seperti karunia penyembuhan, mukjizat, dan nubuat – banyak orang Katolik terkagum-kagum. Kemudian setelah menyadari bahwa yang ada di Gereja Katolik hanyalah yang biasa-biasa saja – perayaan Ekaristi mingguan, ajakan untuk mengasihi sesama – banyak orang Katolik menjadi minder dan merasa ada yang kurang sebagai murid Kristus. Mereka ingin mendapatkan karunia-karunia itu juga, minimal bisa berbahasa roh, agar dianggap keren!

Umumnya orang memang kurang menghargai pelbagai karunia yang kurang spektakuler, seperti karunia melayani, mengajar, menasihati, dan memimpin (Rm. 12:7-8). Tampaknya ada anggapan bahwa karunia-karunia yang spektakuler diberikan kepada mereka yang suci. Karena itulah orang lalu berusaha mendapatkan karunia-karunia itu sebagai tanda bahwa dirinya masuk dalam kelompok orang suci.

Namun, bacaan Injil hari ini menegaskan hal yang sebaliknya. Pada pengadilan kelak, di hadapan Yesus, sang Hakim Agung, orang tidak bisa sekadar mengandalkan bahwa mereka telah makan dan minum di hadapan-Nya, bernubuat dalam nama-Nya, bahkan mengadakan mukjizat dalam nama-Nya. Kemungkinan bahwa mereka ditolak oleh Yesus tetap ada, yakni kalau mereka ini para pelaku kejahatan.

Dengan demikian, bacaan Injil hari ini menggarisbawahi pentingnya pengenalan akan Tuhan secara pribadi, pentingnya melakukan firman Tuhan, serta pentingnya menolak kejahatan. Mendapatkan karunia yang spektakuler bukan tanda kesucian, sebab yang terutama adalah mendengarkan dan melakukan firman Tuhan. Orang yang mendengarkan firman Tuhan tetapi tidak melakukannya ibarat orang yang mendirikan rumah di atas pasir. Rumah itu tentu saja gampang roboh diterpa angin dan diterjang banjir. Sebaliknya, yang mendengarkan firman dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari adalah orang bijak yang mendirikan rumah di atas batu. Apa pun yang terjadi rumah itu tetap kokoh dan tegak berdiri.

Barangkali kita ini memang murid Yesus yang biasa-biasa saja, tidak memperoleh karunia-karunia yang spektakuler, juga tidak bisa bahasa roh. Itu semua tidak masalah, sebab yang terutama adalah menjadi pelaku firman Tuhan. Itulah kriteria murid Yesus yang sejati.

Mari kita refleksikan, sejauh mana relasi pribadi kita dengan Yesus? Apakah kita siap sedia untuk mendengarkan dan melakukan firman-firman-Nya? Mari kita bersama-sama memohon rahmat-Nya agar tidak hanya menjadi pendengar sabda, melainkan terlebih menjadi para pelaku sabda Tuhan.