Yohanes 20:1-9
Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur. Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.”
Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur. Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah; akan tetapi ia tidak masuk ke dalam. Maka datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat kain kapan terletak di tanah, sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kapan itu, tetapi agak di samping di tempat yang lain dan sudah tergulung. Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya. Sebab selama itu mereka belum mengerti isi Kitab Suci yang mengatakan, bahwa Ia harus bangkit dari antara orang mati.
***
Beberapa minggu lalu, di dalam sebuah homili, saya mengutip tulisan Paus Fransiskus dari bukunya yang berjudul The Name of God is Mercy yang mengatakan, “Perasaan malu atas keberdosaan yang kita miliki adalah sebuah rahmat Tuhan. Itu membantu dalam perubahan di dalam diri.” Beberapa hari kemudian, seorang wanita datang kepada saya. Ia berterima kasih atas ungkapan Paus Fransiskus di dalam homili. Ia mengatakan bahwa ungkapan itu menguatkannya untuk berbenah dan tidak tenggelam dalam perasaan malu, namun melihat dari arah yang berbeda, yaitu cinta Allah yang konkret yang hadir di dalam dirinya.
Dalam bacaan Injil hari Minggu Paskah ini, kepada kita disuguhkan kisah Maria Magdalena yang pagi-pagi buta hendak menengok kubur Yesus. Tentunya Maria sungguh merasa kehilangan atas kematian orang yang dicintainya. Ia bahkan tidak tahu harus berbuat apa, sebab kematian yang dialami Yesus adalah sesuatu yang di luar kemauannya.
Namun, setelah Maria melihat kubur yang kosong, ia segera berlari untuk memberi kabar kepada murid lainnya. Ia berlari tanpa berpikir panjang, mungkin sambil menangis, karena kubur yang kosong itu. Kemudian Petrus berlari ke kubur itu dan melihat hal yang sama. Ia ditemani seorang murid yang lain, yang di bagian akhir dikatakan “ia melihatnya dan percaya.”
Kisah ini mengajarkan kita untuk percaya kepada kebangkitan. Kebangkitan adalah wujud cinta Allah. Sebagaimana wanita yang menemui saya tersebut di atas, kisah kebangkitan dalam Injil hari ini mampu mengubah para murid untuk percaya. Kebangkitan menggerakkan orang yang penuh kesadaran dan percaya untuk menjadi murid Kristus yang sejati.
Pertanyaan bagi kita, bagaimana iman akan kebangkitan Kristus dapat kita wujudkan secara konkret?