Dua Dasar Sukacita Kita

Sabtu, 24 Maret 2018 – Hari Raya Kabar Sukacita

219

Lukas 1:26-38

Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” Kata Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.

***

Berita kelahiran seorang anak pada umumnya menjadi berita yang mendatangkan sukacita bagi sanak saudara yang mengenal keluarga dari sang bayi yang baru saja dilahirkan. Apalagi kalau kedatangan bayi tersebut telah lama dinantikan oleh pasangan suami istri yang bersangkutan. Memang menyedihkan bahwa tidak sedikit pasangan suami istri yang tidak juga mendapatkan buah hati, padahal mereka sudah lama menikah dan sudah lama pula berjuang dengan berbagai cara untuk mendapatkan keturunan.

Namun, kelahiran seorang anak ternyata tidak selalu mendatangkan perasaan sukacita. Biasanya hal ini terjadi pada pasangan yang merasa belum siap menerimanya, misalnya dengan alasan ekonomi. Alasan lain adalah karena si anak sebenarnya tidak diinginkan. Ada pasangan pemuda dan pemudi yang karena tidak dapat mengendalikan diri akhirnya harus mempunyai anak sebelum menikah. Kehadiran sang anak menjadi sesuatu yang mengejutkan, sangat tidak diharapkan, dan bahkan dianggap sebagai malapetaka bagi mereka. Akibatnya, jalan pintas sering kali diambil, misalnya melarikan diri dari rumah orang tua, aborsi, hingga bunuh diri.

Hari ini kita merayakan Hari Raya Kabar Sukacita. Kehadiran Yesus di rahim Maria tentunya mengejutkan Maria maupun Yusuf, sang tunangan. Mereka belum hidup serumah dan belum menjalankan aktivitas sebagai suami istri. Mengandung di luar hubungan yang sah pada masa itu merupakan sebuah dosa dan kejahatan dengan hukuman dirajam sampai mati. Tidak mengherankan bahwa kabar dari Gabriel membuat Maria takut. Namun, terdorong oleh imannya, Maria akhirnya berani berkata, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”

Paling tidak ada dua alasan mengapa hal tersebut menjadi warta sukacita bagi kita dan bahkan kita rayakan sebagai hari raya. Pertama, anak yang akan dilahirkan oleh Maria akan disebut kudus, Anak Allah. Kedua, kerelaan Maria untuk menaati kehendak Allah menjadi titik awal terlaksananya karya keselamatan Allah bagi manusia. Berkat kesediaan Maria, Anak Allah menjadi manusia dan hadir di antara kita.