Manusia makin mampu untuk mengurangi pelbagai bentuk penderitaan, namun tetap tidak mampu untuk meniadakannya sama sekali. Mereka juga harus belajar menerimanya sebagai bagian dari hidup mereka. Adakah makna dan hikmat di dalam penderitaan yang tak terelakkan itu yang berkaitan entah dengan kerapuhan manusia atau dengan tugas panggilan sebagai manusia? Ataukah penderitaan itu merupakan nasib sial belaka?
Bagi umat kristiani, pertanyaan itu dapat dijawab dengan memandang penderitaan Yesus dan maknanya menurut kisah injil.
Penderitaan Yesus dan sebabnya
Keempat kitab Injil agak berbeda satu sama lain dalam menceritakan kisah sengsara Yesus, mulai dari penahanan-Nya di Getsemani, lalu pengadilan di hadapan Mahkamah Agama dan Pilatus, sampai dihukum mati, disesah, dibawa ke Golgota, disalibkan, mati, dan dikuburkan (Mat. 26:46 – 27:61; Mrk. 14:43 – 15:47; Luk. 22:47 – 23:56; Yoh. 18:2 – 19:42). Kisah sengsara Yesus tampaknya kisah tertua dalam tradisi jemaat perdana, yang secara garis besar masuk ke dalam semua Injil yang mengalami perkembangan secara berbeda-beda dalam jemaatnya masing-masing. Penderitaan Yesus merupakan pokok asali dan hakiki dalam Kabar Baik umat kristiani.
Namun, penderitaan Yesus tidak baru mulai dalam kisah sengsara. Dari awal kisah Injil, Ia mengalami permusuhan, tuduhan, serangan, cobaan, dan penolakan. Injil tertua, Markus, pernah disebut sebuah kisah sengsara dengan pengantar yang panjang. Dalam pengantar yang panjang itu, kita membaca tentang banyak bentuk cobaan yang bukan hanya fisik, tetapi juga rohani/mental.
Yesus segera menjadi sasaran kecurigaan dari pimpinan masyarakat Yahudi di Galilea (mulai Mrk. 2:1) dan target komplotan mereka yang mengincar nyawa-Nya (Mrk. 3:6). Ia terus mengalami salah pengertian dan makian, juga dari pimpinan nasional yang datang dari Yerusalem (Mrk. 3:22; 7:1), dan dari sanak saudara-Nya sendiri di Nazaret (Mrk. 3:21, 31-35; 6:1-6). Murid-murid-Nya pun semakin tidak mengerti (Mrk. 8:17-21), terutama ketika Yesus berulang kali bernubuat tentang penderitaan, salib, dan kebangkitan (Mrk. 8:31 dst.; 9:31 dst.; 10:34 dst.). Di Yerusalem, Ia diserang oleh semua pihak elite Israel (Mrk. 11 – 12). Ia dikhianati oleh seorang murid-Nya sendiri (Mrk. 14:10, 34), harus bergumul dengan sakratulmaut dalam kesepian (Mrk. 14:33-41), dan akhirnya ditinggalkan oleh semua (Mrk. 14:50). Jalan kesengsaraan Yesus sudah panjang sebelum Ia akhirnya diadili secara hina dan dihukum mati secara memalukan di kayu salib.
(Bersambung)