Yeremia 18:18-20
Berkatalah mereka: “Marilah kita mengadakan persepakatan terhadap Yeremia, sebab imam tidak akan kehabisan pengajaran, orang bijaksana tidak akan kehabisan nasihat dan nabi tidak akan kehabisan firman. Marilah kita memukul dia dengan bahasanya sendiri dan jangan memperhatikan setiap perkataannya!”
Perhatikanlah aku, ya TUHAN, dan dengarkanlah suara pengaduanku! Akan dibalaskah kebaikan dengan kejahatan? Namun mereka telah menggali pelubang untuk aku! Ingatlah bahwa aku telah berdiri di hadapan-Mu, dan telah berbicara membela mereka, supaya amarah-Mu disurutkan dari mereka.
***
Pergumulan seorang utusan Allah yang bernama Yeremia dapat kita temukan dalam bacaan pertama hari ini. Menjadi nabi di Israel ternyata sangat tidak mudah! Meski menyuarakan suara Allah yang adalah suara kebenaran, juga menyerukan peringatan dan ajakan-ajakan untuk bertobat, yang diterima oleh para nabi justru kedegilan, kekerasan hati, penolakan tiada henti, bahkan tindakan-tindakan para lawan yang membahayakan hidup mereka. Bangsa yang keras kepala dan jahat ini bukan saja menolak para nabi, lebih dari itu mereka sebenarnya menolak Allah sendiri yang bersuara melalui mulut para nabi
Yeremia mengalami hal itu. Para lawan bersekongkol hendak mencelakakan dirinya secara tidak tanggung-tanggung. Mereka melawan Yeremia dengan kata-kata Yeremia sendiri. Apa pun yang ia katakan mereka balikkan untuk dirinya lagi. Mereka benar-benar sudah tidak lagi punya hati untuk mendengarkan sang nabi.
Padahal, Nabi Yeremia setengah mati membela bangsanya di hadapan Allah, jangan sampai bangsa yang tegar tenguk ini dihukum di bawah kemurkaan-Nya. Namun, yang ia terima malahan bencana dan penderitaan. Ia dibuat celaka oleh bangsanya sendiri. Dalam penderitaannya, Nabi Yeremia lari kepada Tuhan untuk memohon pertolongan. Ia meminta Allah untuk berdiri di pihaknya.
Pergumulan Nabi Yeremia kiranya juga masih dialami oleh kita, umat Allah zaman ini, yakni ketika kebaikan kita disalahartikan; ketika pengampunan yang kita berikan kepada orang lain malah dianggap pembiaran; juga ketika fitnah, penindasan, kekerasan datang silih berganti dari pihak-pihak yang merasa terancam oleh pewartaan Kabar Gembira. Di sinilah kita ikut ambil bagian dalam perjuangan para nabi. Seorang nabi tidak pernah berhenti menyuarakan suara Allah meski ditolak, ditindas, dan nyawanya terancam bahaya. Kita juga harus demikian.