Matius 9:14-15
Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”
***
Murid-murid Yohanes bertanya kepada Yesus, mengapa murid-murid-Nya tidak berpuasa (bdk. Mrk. 2:18; Luk. 5:33). Mereka berpandangan, sudah seharusnya suatu kelompok keagamaan berpuasa sebagai tanda kesalehan hidup. Mengapa murid-murid Yesus tidak melakukannya? Mereka tampak selalu bergembira, bahkan tidak segan makan dan minum bersama para pendosa (Mat. 9:10).
Yesus menjawab, murid-murid-Nya memang sepantasnya selalu bersukacita. Saat itu adalah saat yang istimewa, sebab sang mempelai laki-laki, yakni Yesus sendiri, ada bersama mereka. Mana mungkin mereka berpuasa, mengingat puasa adalah lambang kesedihan? Pada saatnya para murid akan berpuasa, yakni ketika sang mempelai diambil paksa dari mereka, dibunuh di kayu salib.
Demikianlah puasa kurang bermakna jika dipandang sebagai ritual wajib dan terjadwal. Seperti terjadi pada masa Yesus, meski rajin berpuasa, orang-orang tetap saja gagal menyadari kehadiran Tuhan di tengah mereka. Alangkah baiknya kalau puasa dilakukan atas dorongan dari dalam diri sendiri. Keinginan-keinginan duniawi dikendalikan atas kesadaran sendiri karena kita ingin lebih dekat dengan Tuhan.
Karena itu, saat berpuasa, jangan marah kalau melihat orang lain tidak melakukannya. Mengajarkan nilai-nilai positif puasa kepada mereka, boleh. Memandang rendah dan memaksa mereka berpuasa, jangan. Hormatilah orang yang tidak berpuasa!