TUHAN tidak terikat pada satu tempat
Dapat dikatakan bawa sebelum masa pembuangan, kehadiran Allah terikat pada tempat atau barang tertentu. Pembuangan yang dialami oleh Israel merintis jalan menuju pandangan yang lebih rohani mengenai kehadiran Allah. Bait Allah telah dihancurkan dan Tabut Perjanjian telah lenyap. Kehadiran Tuhan tidak dapat lagi dikaitkan dengan bangunan dan barang jasmani itu. Nabi Yehezkiel tidak ragu-ragu menyatakan bahwa kehadiran Tuhan harus dilepaskan dari Bait Allah dan Yerusalem. Dalam suatu penglihatan, nabi menyaksikan kemuliaan/kehadiran Tuhan meninggalkan Bait Allah dan Kota Yerusalem (Yeh. 10 dan 11).
Walaupun demikian, tidak berarti bahwa Tuhan meninggalkan umat-Nya. Justru sesudah itu terjalin suatu hubungan baru antara Tuhan dan orang buangan yang tetap setia kepada-Nya. Ketika berada di antara kaum buangan itu di tepi Sungai Kebar, Yehezkiel mendapat penglihatan tentang kemuliaan Tuhan (Yeh 1). Ia melihat kemuliaan Tuhan ada di antara orang buangan di suatu lembah (Yeh. 3:23). Tuhan sendirilah yang menjadi tempat kudus bagi orang-orang buangan yang terpencar-pencar itu (Yeh. 11:16). Tuhan akan mengumpulkan dan memimpin orang yang setia kepada-Nya untuk pulang kembali ke tanah air mereka (Yeh. 36:24). Ia akan menyucikan dan memperbarui mereka; dan Roh-Nya, yaitu napas hidup-Nya dan kekuatan-Nya yang menghidupkan, akan dicurahkan kepada mereka (Yeh. 36:25-27).
Tuhan tidak terikat pada suatu wilayah tertentu. Bangsa-bangsa tetangga Israel percaya bahwa dewa-dewa mereka terikat pada suatu wilayah, dan bahkan hanya dapat dihormati di wilayah mereka masing-masing.[1] Tuhan adalah Allah yang bebas. Ia memang memilih suatu bangsa, tetapi Ia tidak terikat mutlak kepada bangsa pilihan-Nya itu. Bait Allah tempat tabut itu disimpan bukanlah tempat mereka “mempunyai” Allah, melainkan tempat Allah berkenan menyatakan diri dan bertemu dengan mereka (bdk. Kel. 33:9-11; Bil. 11:25; 12:5:10). Mzm. 30 menggambarkan bagaimana Tuhan menembus segala sesuatu dengan kehadiran-Nya, dari hati manusia sampai ke Sheol.
(Bersambung)
[1] Bdk. dengan kisah Naaman yang disembuhkan oleh Elisa (2Raj. 5). Sadar bahwa penyembuhan itu diterimanya dari Allah Israel, ia meminta kepada Elisa “tanah sebanyak muatan sepasang bagal.” Dalam kepercayaan primitif Naaman, Allah Israel diasosiasikan hanya dengan tanah Israel. Allah Israel hanya dapat dihormati di Israel. Dengan tanah itu, Naaman akan mendirikan altar untuk mempersembahkan kurban bakaran atau kurban sembelihan kepada Tuhan, Allah Israel.