Lukas 10:1-9
Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah. Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.”
***
Hari ini Gereja memperingati Santo Timotius dan Titus, dua rekan kerja Santo Paulus dalam mewartakan Injil. Timotius mengikuti Paulus dan Silas dalam perjalanan misi kedua (Kis. 16:1-3), kemudian menjadi pemimpin jemaat Efesus (1Tim. 1:3). Sementara itu, Titus tidak pernah disebut dalam Kisah Para Rasul. Namanya hanya disebut dalam surat-surat Paulus. Titus adalah buah pewartaan Paulus di tengah bangsa-bangsa non Yahudi (Gal. 2:1-10). Ia menjadi utusan Paulus untuk mengatur pengumpulan kolekte di kalangan jemaat Korintus (2Kor. 8:16-24), dan kelak menjadi pemimpin jemaat Kreta (Tit. 1:5). Keberadaan Timotius dan Titus sebagai rekan kerja Paulus mengingatkan bahwa pewartaan Injil bukanlah proyek pribadi. Tugas perutusan ini mesti dijalankan bersama-sama sebagai satu tim kerja.
Sama halnya dengan tujuh puluh murid Yesus yang diutus pergi berdua-dua agar kesaksian mereka dapat dipercaya (bdk. Ul. 19:15). Angka tujuh puluh atau tujuh puluh dua mengingatkan kita pada tua-tua yang ditunjuk Musa untuk membantunya memimpin umat Israel (Bil. 11:16-17, 24-25). Para utusan perlu ingat bahwa mereka ambil bagian dalam proyek besar Allah. Karena itu, mereka harus senantiasa memohon kepada Bapa yang empunya tuaian agar mengirimkan para pekerja baru untuk tuaian-Nya. Mereka juga harus memohon agar Tuhan berkenan membimbing dan menguatkan para pekerja tuaian-Nya sehingga usaha mereka membuahkan hasil.
Secara detail Yesus memberikan panduan bagi para pekerja di tuaian Tuhan. Larangan memberikan salam dalam perjalanan mengingatkan betapa penting dan mendesaknya tugas perutusan ini, apalagi bila kita mengingat bahwa pemberian salam di dunia Timur menyita banyak waktu. Larangan membawa bekal ataupun uang dalam pundi-pundi mengajarkan para pekerja untuk mempercayakan diri pada penyelenggaraan ilahi. Tuhan akan mencukupkan apa yang mereka butuhkan melalui keramahan orang-orang yang akan menjamu, sebab pekerja patut mendapatkan upahnya. Ketika masuk ke rumah orang, mereka hendaknya memberi salam damai sejahtera yang niscaya akan gayung bersambut dengan sang pemilik rumah yang menyambut mereka dengan sukacita. Sebaliknya, salam damai yang membawa berkat ini akan kembali kepada mereka sendiri manakala si penerima salam tidak mau menerimanya. Apabila telah diterima di sebuah kota, mereka diperintahkan Yesus untuk menyembuhkan orang-orang sakit dan menyatakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat.
Merenungkan kedua rekan kerja Paulus yang kita peringati hari ini, kita bisa merefleksikan sejauh mana semangat tim kerja ini telah kita hidupi. Kita sedang mengambil bagian dalam proyek besar Allah, dan karenanya perlu senantiasa bersandar dan berserah kepada-Nya. Kita perlu bekerja sama dan bersinergi dengan yang lain dalam tugas pewartaan Injil. Jangan mencari kebesaran nama diri di balik tugas perutusan dan pelayanan kita!