Apa Kata Kitab Suci tentang Korupsi (2)

1008

Apa yang membuat pencurian, suap, dan kecurangan tergolong sebagai korupsi? 

Mencuri berarti mengambil sesuatu yang bukan haknya. Dalam Alkitab ada sejumlah kasus pencurian, beberapa di antaranya dapat digolongkan sebagai kasus korupsi. Kriterianya adalah kalau tindakan tersebut justru dilakukan oleh orang yang dipercaya sebagai pengelola, penjaga, atau penanggung jawab. Bukannya menjaga harta yang dipercayakan kepadanya, orang itu secara diam-diam malah memanfaatkan kedudukannya untuk menguras harta tersebut demi memperkaya dirinya sendiri. Istilah lain untuk tindakan ini adalah penggelapan.

Menyuap berarti memberi uang atau hal-hal tertentu kepada seseorang agar orang tersebut secara tidak sah memenuhi apa yang diinginkan oleh si pemberi. Pihak penerima suap tentu saja orang yang berkuasa atau yang berwenang atas suatu hal. Akibat menerima pemberian istimewa, keputusan yang ia ambil tidak lagi berdasarkan hukum dan keadilan, melainkan berdasarkan pesanan. Dalam Alkitab, kasus suap-menyuap tampaknya sering terjadi, sehingga hal ini menjadi salah satu perhatian para nabi. Karena dilakukan oleh dua pihak yang berbeda, dalam kasus penyuapan si pemberi maupun si penerima sama-sama menjadi pihak yang bersalah.

Berlaku curang dapat disebut sebagai perilaku koruptif sejauh si pelaku memanfaatkan kedudukan yang dimilikinya untuk bertindak tidak adil demi mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Sebagai contoh, misalnya saja seorang majikan yang menahan atau memotong sebagian gaji pegawainya. Alasan yang dikemukakan hanya dibuat-buat, sebab pada intinya dia hanya tidak mau mengeluarkan uang banyak untuk membayar gaji. Si majikan dengan ini telah mengorupsi hak pegawainya.

Di mana kita dapat menemukan kasus-kasus korupsi dalam Alkitab?

Mengenai kasus korupsi berupa pencurian, contoh terbaik adalah yang dilakukan Yudas Iskariot. Di kalangan murid-murid Yesus, Yudas berperan sebagai pengurus keuangan atau bendahara. Namun, ia rupanya bukan bendahara yang baik, sebab uang yang dipercayakan kepadanya sering ia gunakan untuk kepentingan pribadi. “Ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya” (Yoh. 12:6). Sudah begitu, persis seperti sikap para koruptor masa kini, Yudas menutupi kejahatannya dengan tutur kata manis, seolah-olah dirinya itu selalu berpihak kepada orang miskin. Hal ini terungkap dalam kritikannya terhadap Maria yang mengurapi kaki Yesus dengan minyak yang mahal. “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” (Yoh. 12:5).

Perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur menampilkan kasus yang sama (Luk. 16:1-9). Si bendahara bekerja pada seorang yang kaya. Dipercaya sebagai pemegang, penyimpan, dan pengelola keuangan sang majikan, yang bersangkutan malah mengorupsinya, yakni dengan menghambur-hamburkan kekayaan tuannya itu. Hukuman yang diterimanya tentu saja berat. Begitu ketahuan, ia langsung saja dipecat.

Dalam Perjanjian Lama, korupsi yang dilakukan anak-anak Eli dapat dijadikan contoh (1Sam. 2:12-17). Korupsi yang terjadi di sini lebih cocok disebut sebagai perampokan daripada pencurian, sebab dilakukan secara terang-terangan. Memanfaatkan status mereka sebagai para imam, anak-anak Eli menuntut umat agar menyerahkan daging persembahan yang belum dibakar kepada mereka. Mereka bahkan mengancam akan melakukan kekerasan apabila keinginan mereka ditolak. Dengan itu, imam-imam tersebut mengorupsi hak Tuhan, sebab menurut ketentuan Taurat, lemak daging persembahan seharusnya menjadi milik Tuhan (Im. 3:3-4).

(Bersambung)