Matius 21:23-27
Lalu Yesus masuk ke Bait Allah, dan ketika Ia mengajar di situ, datanglah imam-imam kepala serta tua-tua bangsa Yahudi kepada-Nya, dan bertanya: “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?” Jawab Yesus kepada mereka: “Aku juga akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu dan jikalau kamu memberi jawabnya kepada-Ku, Aku akan mengatakan juga kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. Dari manakah baptisan Yohanes? Dari surga atau dari manusia?” Mereka memperbincangkannya di antara mereka, dan berkata: “Jikalau kita katakan: Dari surga, Ia akan berkata kepada kita: Kalau begitu, mengapakah kamu tidak percaya kepadanya? Tetapi jikalau kita katakan: Dari manusia, kita takut kepada orang banyak, sebab semua orang menganggap Yohanes ini nabi.” Lalu mereka menjawab Yesus: “Kami tidak tahu.” Dan Yesus pun berkata kepada mereka: “Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu.”
***
Bagi para imam kepala dan pemuka bangsa Yahudi, Yesus bukanlah siapa-siapa. Mereka gusar, bagaimana mungkin orang yang bukan siapa-siapa itu masuk ke Bait Allah dan mengajar dengan penuh percaya diri. Mereka tidak dapat menahan diri untuk menantang dan menentang kehadiran Yesus dengan mengajukan pertanyaan tentang kuasa yang dimiliki-Nya. Saat itu, suasana pasti tegang. Orang-orang itu berusaha menyudutkan Yesus karena menganggap-Nya seperti penyusup yang tiba-tiba sudah berada di daerah kekuasaan mereka.
Orang biasa umumnya tidak boleh mengajar dan memberikan nasihat kepada jemaat di Bait Allah. Ini merupakan privilese para imam dan pemuka bangsa Yahudi. Yesus bukan imam, juga bukan bagian dari golongan pemuka bangsa. Karena itu, para imam dan pemuka bangsa Yahudi yang merasa memiliki hak atas kuasa tersebut menegur dan menuntut agar Yesus memberi tahu dari mana asal kuasa-Nya.
Pertanyaan yang dilontarkan oleh para imam dan pemuka bangsa Yahudi itu sebetulnya penting bagi mereka sendiri. Persoalan kuasa memang selalu penting bagi orang-orang yang silau akan kekuasaan. Karena kuasa, orang bisa jatuh dalam kesombongan. Karena kuasa juga, orang bisa menghancurkan atau sebaliknya menyelamatkan hidup orang lain. Jika kuasa dipakai dengan benar demi kepentingan orang banyak, kuasa itu akan menghasilkan berkat atau menghidupkan. Sebaliknya, ketika kuasa dimanfaatkan hanya demi kepentingan pribadi atau sekelompok orang saja, kuasa itu akan menghancurkan dan mematikan.
Benar bahwa Yesus punya kuasa. Namun, kuasa-Nya itu tidak seperti kuasa yang dimiliki oleh para imam, pemuka bangsa Yahudi, maupun manusia pada umumnya. Kuasa umumnya membuat seseorang tampak hebat dibandingkan orang lain. Kuasa Yesus berbeda. Yesus memiliki kuasa yang berasal dari Allah sendiri, dan kuasa itu identik dengan pelayanan. Pelayanan selalu disertai dengan pengorbanan, bukan popularitas!
Sebagai manusia, kita memiliki kuasa-kuasa kecil di dunia, yang ukuran dan nilainya jauh dibandingkan besarnya kuasa Tuhan. Namun, kita sering kali lupa diri dan tidak mampu memakai kuasa itu dengan benar. Sebagian dari kita menjadi mabuk dan kecanduan akan kuasa. Kita perlu menyadari bahwa dengan adanya kuasa di tangan kita, itu berarti Tuhan berkenan hadir dan berkarya melalui diri kita. Kehadiran Tuhan itu selalu untuk memberi, bukan untuk mengambil.