Nabi yang Sejati

Kamis, 9 Januari 2025 – Hari Biasa sesudah Penampakan Tuhan

43

Lukas 4:14-22a

Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Dan tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu. Sementara itu Ia mengajar di rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji Dia.

Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. Kepada-Nya diberikan kitab Nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”

Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya.

***

Menandai awal karya-Nya di tengah-tengah masyarakat, Yesus memilih sebuah perikop dari Kitab Yesaya. Pilihan ini sangat tepat, sebab selain berisi penegasan keotentikan panggilan seorang nabi, perikop ini menyatakan pula tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh utusan Tuhan yang sejati.

Nabi Yesaya, atau tepatnya Trito Yesaya, dengan lantang menyatakan bahwa Roh Tuhan ada pada dirinya. Pernyataan ini disampaikan untuk menegaskan keotentikan panggilannya. Sejumlah pihak agaknya meragukan hal itu. Karenanya, tanpa bermaksud arogan, nabi menegaskan bahwa Roh Tuhan ada padanya, juga bahwa Tuhan telah mengurapi dirinya. Tuhan sungguh menunjuk dan mengutus dirinya sebagai nabi! Ia punya otoritas, sebab Roh Tuhan ada padanya, menjiwai seluruh pikiran, perkataan, dan perbuatannya. Dia adalah nabi yang sejati.

Semua orang bisa saja mengeklaim hal yang sama. Namun, ada sejumlah tanda yang bisa menunjukkan apakah panggilan seorang nabi otentik atau tidak. Yang paling utama adalah komitmen orang itu pada kehendak Tuhan. Tuhan menghendaki agar seorang nabi hadir sebagai utusan-Nya untuk menyatakan kasih-Nya terhadap orang-orang yang miskin, menderita, dan tertindas. Ia mesti menyampaikan kabar baik kepada orang yang sengsara, merawat orang yang hatinya remuk, dan memberitakan pembebasan kepada para tawanan. Tugas seorang nabi adalah memberi mereka kabar gembira bahwa semua penderitaan itu kini telah berakhir. Tahun rahmat Tuhan telah tiba. Tuhan hadir, dan Ia akan memerintah umat-Nya dengan adil. Bersama-Nya semua orang akan merasakan kebahagiaan.

Tidak demikian halnya dengan nabi-nabi palsu. Menyebut diri sebagai utusan Tuhan, mereka membutakan mata banyak orang dengan penampilan dan tutur kata yang meyakinkan. Umat Tuhan lalu mereka bawa ke jalan yang salah, disesatkan dengan aneka macam tipu daya dan kelicikan. Bukannya meneruskan berkat dan rahmat Tuhan kepada umat, mereka malah menimbun itu semua demi kemakmuran pribadi.

Seorang nabi sejati akan senantiasa setia pada tugas dari Tuhan, dan seperti itulah Yesus. Sejalan dengan kehendak Bapa, Yesus menunjukkan keberpihakan-Nya terhadap kaum yang lemah dan terpinggirkan. Perhatian-Nya selalu tertuju kepada kepentingan umat, bukan kepentingan sendiri. Dengan tekun diwartakan-Nya kabar baik kepada mereka yang tengah hidup dalam keprihatinan. Yesus menghibur mereka, memberi semangat, dan mengajak mereka menyadari belas kasihan Bapa. Dengan demikian jelaslah sudah bahwa Yesus adalah nabi yang sejati.

Sebagai hamba-hamba Tuhan, kita semua mesti yakin bahwa kita adalah utusan-utusan-Nya. Namun, hal itu tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk menyombongkan diri. Kita diutus demi keselamatan banyak orang dan demi menyatakan kemuliaan Tuhan. Kita harus setia dengan tugas pengutusan itu, jangan malah berusaha mengejar keuntungan pribadi. Kehadiran kita haruslah menjadi berkat bawi orang-orang kecil dan yang menderita, bukan malah merugikan mereka. Sebagai nabi-nabi masa kini, hendaknya kita menjadi representasi perhatian Tuhan terhadap seluruh dimensi hidup manusia.