Bersyukur atas Berkat Tuhan

Rabu, 13 November 2024 – Hari Biasa Pekan XXXII

50

Lukas 17:11-19

Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Lalu Ia memandang mereka dan berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari orang asing ini?” Lalu Ia berkata kepada orang itu: “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”

***

Berhadapan dengan peristiwa-peristiwa baik dalam hidup ini, ada orang yang menerimanya sebagai kebetulan, tetapi ada juga yang menghayatinya sebagai berkat Tuhan. Bagi mereka yang meyakini bahwa segala sesuatu yang baik adalah kebetulan, peristiwa-peristiwa hidup dilihat sebagai puzzle yang selalu pas: Ketika perlu uang untuk membayar utang, kebetulan ada orang murah hati yang mau memberikan uangnya; ketika mengalami kecelakaan berat, kebetulan ada dokter di lokasi sehingga nyawanya tertolong; dan sebagainya.

Namun, orang beriman meyakini bahwa di balik peristiwa-peristiwa keberuntungan yang tampaknya kebetulan itu ada aktor tersembunyi, yakni Tuhan, yang menata, mengatur, dan mengizinkan hal itu terjadi pada hidup kita. Melihat berkat Tuhan di balik setiap peristiwa membuat kita mudah untuk bersyukur. Kita bersyukur karena semuanya itu terjadi bukan karena kekuatan manusiawi kita, melainkan karena campur tangan kuasa Tuhan.

Saudara-saudari yang terkasih, itulah yang dialami oleh seorang kusta yang kembali untuk bersyukur setelah disembuhkan Yesus. Ia bersyukur karena menyadari bahwa apa yang terjadi padanya itu semata-mata merupakan anugerah, rahmat, atau pemberian dari Allah. Perjumpaan dan penahiran oleh Yesus adalah berkat yang luar biasa besar bagi orang kusta itu yang adalah orang Samaria, yang sering dipandang hina, asing, dan tak teberkati oleh orang-orang Yahudi. Bersyukur ternyata bukan reaksi otomatis dari mereka yang menerima keberuntungan dan kebaikan. Ucapan syukur muncul dari hati yang tulus dari seorang yang sungguh-sungguh mengalami kasih, rahmat, kebaikan, serta penyertaan Tuhan.

Bagaimana dengan kita? Bagaimana kita menyikapi peristiwa-peristiwa kehidupan kita? Orang kusta dari Samaria itu telah mengajarkan kepada kita semua untuk mampu mengucap syukur. Hidup yang penuh syukur adalah hidup yang mampu melihat dan menyadari hal sekecil apa pun sebagai rahmat, anugerah, dan pemberian dari Allah. Semakin besar perasaan kita dicintai dan diberkati Allah, semakin besar pula rasa syukur kita kepada-Nya. Sudahkah kita bersyukur hari ini?