Berbelaskasihan

Selasa, 17 September 2024 – Hari Biasa Pekan XXIV

72

Lukas 7:11-17

Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!” Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,” dan “Allah telah melawat umat-Nya.” Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya.

***

Ada banyak peristiwa dalam Injil yang mencatat tentang hati Yesus yang tergerak oleh belas kasihan. Bacaan Injil hari ini berkisah tentang perjumpaan Yesus dengan seorang janda di Nain. Dikisahkan, ketika tiba di pintu gerbang kota, Yesus berpapasan dengan rombongan orang yang mengusung jenazah. Yang meninggal adalah anak tunggal seorang janda. Melihat hal itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan. Ia menghibur si janda dan menghidupkan kembali anaknya yang telah mati tersebut.

Mengapa hati Yesus begitu tergerak oleh belas kasihan dalam peristiwa ini? Siapa pun yang pernah mengalami kematian orang yang dicintai pasti tahu betapa hancur hati janda itu. Kematian putranya membuat si janda kehilangan segala-galanya, sebab  anak itu adalah satu-satunya sandaran kehidupan bagi dirinya. Belas kasihan Yesus adalah tanda kelembutan Tuhan terhadapnya. Tuhan sesungguhnya berbelaskasihan kepada semua orang tanpa tebang pilih.

Semangat belas kasihan mendorong kita untuk menjumpai mereka yang sakit, berbagi dengan mereka yang menderita, serta berbelarasa kepada mereka yang kesepian, menangis, dan berduka. Kita dituntut untuk solider kepada mereka yang lemah, rentan, dan tak berdaya. Belas kasihan bukanlah sikap menjaga jarak atau mengulurkan tangan dari tempat yang tinggi kepada mereka yang kurang beruntung di bawah. Sebaliknya, semangat belas kasihan menuntut kita untuk meninggalkan zona nyaman dan pergi menjumpai orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kasih kita.

Berbelaskasihan bukan sekadar perasaan hati. Semangat ini sejatinya menuntun seseorang untuk bertindak. Kita dikelilingi oleh orang-orang yang sangat membutuhkan uluran kasih. Mereka ada di jalanan, di bawah kolong jembatan, di daerah kumuh, juga di barak-barak pengungsian. Sebagaimana sentuhan kasih Yesus mampu memulihkan kehidupan anak tunggal seorang janda di Nain, sentuhan kasih kita, sekecil apa pun ia, akan mampu membawa sukacita dan kedamaian bagi sesama yang membutuhkannya. Mari kita saling berbelaskasihan.