Hidup Baru dalam Tuhan

Jumat, 6 September 2024 – Hari Biasa Pekan XXII

92

Lukas 5:33-39

Orang-orang Farisi itu berkata pula kepada Yesus: “Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum.” Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa, sedang mempelai itu bersama mereka? Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”

Ia mengatakan juga suatu perumpamaan kepada mereka: “Tidak seorang pun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk menambalkannya pada baju yang tua. Jika demikian, yang baru itu juga akan koyak dan pada yang tua itu tidak akan cocok kain penambal yang dikoyakkan dari yang baru itu. Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula. Dan tidak seorang pun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru, sebab ia akan berkata: Anggur yang tua itu baik.”

***

Hidup baru bersama Kristus merupakan suatu perjuangan agar diri kita selaras dengan Yesus sendiri. Ini menjadikan kita memiliki standar hidup baru, bukan sebagai bentuk kesombongan, melainkan sebagai pengingat bahwa kita memang sudah semestinya selalu berpegangan pada nilai-nilai yang luhur. Jika mau hidup berdasarkan standar hidup Yesus, kita harus melakukan apa yang Yesus ajarkan, berkata seperti yang Yesus harapkan, dan berpikir seperti yang Yesus kehendaki. Yesus menghendaki agar kita hidup dalam persatuan dengan diri-Nya.

Yesus memandang orang-orang yang beriman kepada-Nya sebagai “sahabat mempelai”. Sahabat itu melebihi teman, kawan, atau kolega. Seorang disebut sahabat kalau selalu hadir dalam setiap suka dan duka. Kehadiran itu tidak hanya soal fisik, tetapi juga melibatkan hati dan pikiran. Empati harus ditunjukkan manakala pihak lain berada dalam kesusahan. Dengan ini, Yesus menegaskan bahwa persahabatan dengan diri-Nya meliputi bagaimana kita berpikir, berkata, dan bertindak. Semuanya harus lurus terarah kepada-Nya.

Berkat persahabatan dengan sang Mempelai, kita menjadi manusia baru. Karena itu, kita harus berusaha meninggalkan manusia lama kita. Kalau kita mengikuti Yesus tetapi masih dibayangi oleh cara hidup yang lama, kita tidak akan bisa bersatu dengan-Nya secara penuh. Cara hidup yang lama itu merusak relasi persatuan yang baru dengan Yesus. Kehadiran Yesus menjadikan kita memiliki hidup baru, dan mengingatkan kita bahwa hidup yang baru itu adalah anugerah terindah yang dianugerahkan Tuhan kepada kita.