Am. 2:6-10, 13-16
Beginilah firman TUHAN: “Karena tiga perbuatan jahat Israel, bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku: Oleh karena mereka menjual orang benar karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut; mereka menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu dan membelokkan jalan orang sengsara; anak dan ayah pergi menjamah seorang perempuan muda, sehingga melanggar kekudusan nama-Ku; mereka merebahkan diri di samping setiap mezbah di atas pakaian gadaian orang, dan minum anggur orang-orang yang kena denda di rumah Allah mereka. Padahal Akulah yang memunahkan dari depan mereka, orang Amori, yang tingginya seperti tinggi pohon aras dan yang kuat seperti pohon tarbantin; Aku telah memunahkan buahnya dari atas dan akarnya dari bawah. Padahal Akulah yang menuntun kamu keluar dari tanah Mesir dan memimpin kamu empat puluh tahun lamanya di padang gurun, supaya kamu menduduki negeri orang Amori.
Sesungguhnya, Aku akan mengguncangkan tempat kamu berpijak seperti guncangan kereta yang sarat dengan berkas gandum. Orang cepat tidak mungkin lagi melarikan diri, orang kuat tidak dapat menggunakan kekuatannya, dan pahlawan tidak dapat melarikan diri. Pemegang panah tidak dapat bertahan, orang yang cepat kaki tidak akan terluput dan penunggang kuda tidak dapat meluputkan diri. Juga orang yang berhati berani di antara para pahlawan akan melarikan diri dengan telanjang pada hari itu,” demikianlah firman TUHAN.
***
Amos adalah seorang nabi yang terkenal karena menyuarakan keprihatinan sosial. Amos sendiri menolak dirinya disebut nabi. Katanya, “Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan” (Am. 7:14).
Sang nabi diutus untuk mengingatkan umat Israel bahwa Tuhan akan menghukum mereka, sebab orang kaya dan penguasa negeri telah merampok kaum miskin dan memperlakukan mereka dengan tidak adil. Situasi saat itu memang sangat miris: Orang benar dijual demi mendapatkan uang, sementara kepala orang lemah diinjak-injak ke dalam debu.
Pada zaman Amos, sesungguhnya Israel mencapai taraf kemakmuran yang luar biasa. Banyak orang menjadi kaya. Mereka mampu membangun rumah yang bagus dan berpesta pora setiap hari. Namun, orang-orang kaya itu tidak memakai kekayaan dan pengaruh mereka untuk menolong sesama. Sebaliknya, mereka malah semakin serakah. Mereka menipu orang jujur dan membuat orang miskin menjadi semakin miskin. Umat rajin beribadat, tetapi Tuhan bosan dengan ibadat mereka karena perayaan mereka hanya pura-pura belaka. Tempat ibadat selalu penuh jemaat, tetapi korupsi tetap merajalela.
Tuhan menginginkan agar orang memperlakukan sesama dengan adil, dan hidup dalam kasih setia kepada Tuhan. Untuk itulah Amos bersuara nyaring mengkritik praktik sosial yang jahat, agar umat Israel kembali kepada hidup benar, berlaku adil, dan setia kepada Tuhan. Amos mengajak orang Israel untuk selalu ingat bahwa mereka mencapai kemakmuran karena Tuhanlah yang menuntun mereka keluar dari perbudakan di Mesir.
Seruan Amos ini diakhiri dengan peringatan bahwa apabila orang-orang Israel tidak berubah, semua akan binasa. Peringatan ini penting juga bagi kita sekarang. Kita diajak untuk selalu menyadari ketergantungan kita kepada Tuhan, sehingga kita hendaknya menjadikan Tuhan sebagai prioritas. Mengenai asas dasar, Santo Ignasius Loyola mengajarkan, “Manusia dipanggil untuk memuji, menghormati serta mengabdi Allah Tuhan kita, dan dengan itu menyelamatkan jiwanya. Hal-hal lain di atas permukaan bumi diciptakan dengan melihat manusia, untuk menolongnya dalam mengejar tujuan ia diciptakan” (Latihan Rohani no. 23).