Sunat Hati Kristiani

Kamis, 2 Mei 2024 – Peringatan Wajib Santo Atanasius

136

Yohanes 15:9-11

“Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.

Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.”

***

Persoalan pertama yang dihadapi para rasul adalah tentang sunat. Sejumlah pihak berpandangan bahwa sunat diwajibkan bagi semua pengikut Kristus, padahal ini sesungguhnya adalah adat istiadat orang Yahudi. Hal inilah yang dikemukakan oleh Paulus dan Barnabas kepada para rasul terkait dengan tuntutan tua-tua yang mengharuskan sunat bagi orang-orang bukan Yahudi yang ingin menjadi Kristen. Petrus sebagai wakil Kristus akhirnya mengambil sikap tegas (bacaan pertama hari ini, Kis. 15:7-21). Dalam sidang di Yerusalem, ia menyatakan secara terbuka, “Allah, yang mengenal hati manusia, telah menyatakan kehendak-Nya untuk menerima mereka, sebab Ia mengaruniakan Roh Kudus juga kepada mereka sama seperti kepada kita, dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman.”

Petrus menjelaskan bahwa hal yang Tuhan inginkan sebagai syarat utama untuk menjadi pengikut-Nya adalah kesucian hati, yakni dengan menyunat hati kita dari keinginan-keinginan jahat. Kesucian hati adalah tuntuan utama kalau kita mau tinggal di dalam Kristus, sebagaimana yang ditegaskan bacaan Injil hari ini. Setelah tinggal di dalam Kristus, tentunya kita akan menuruti perintah-Nya, terutama dengan menerima siapa pun yang mau menjadi pengikut Kristus tanpa mewajibkan mereka mengikuti adat istiadat nenek moyang kita. Yang perlu mereka ikuti adalah ajaran kasih dari Kristus sendiri.

Saudara-saudari yang terkasih, hati yang bersunat tampak dalam sikap yang khusyuk saat berdoa. Fokus hanya ditujukan kepada Tuhan, bukan pada pakaian atau aksesori yang dikenakan oleh orang lain, lalu memperbincangkannya. Hati yang bersunat tampak juga dalam pelayanan tanpa pamrih. Hendaknya kita tidak menjadikan pelayanan dalam hidup menggereja sebagai tempat memperoleh popularitas dan keuntungan diri. Mari kita menyunatkan hati kita dari kenginan-keinginan yang tak beraturan, terutama keinginan yang merugikan sesama kita. Semoga Tuhan memberi kita semangat untuk menyunatkan hati kita masing-masing. Amin.