Berani Menyatakan Kebenaran

Kamis, 11 April 2024 – Peringatan Wajib Santo Stanislaus

102

Kisah Para Rasul 5:27-33

Mereka membawa keduanya dan menghadapkan mereka kepada Mahkamah Agama. Imam Besar mulai menanyai mereka, katanya: “Dengan keras kami melarang kamu mengajar dalam Nama itu. Namun ternyata, kamu telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu dan kamu hendak menanggungkan darah Orang itu kepada kami.” Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: “Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia.” Mendengar perkataan itu sangatlah tertusuk hati mereka dan mereka bermaksud membunuh rasul-rasul itu.

***

Bacaan pertama beberapa hari ini menceritakan kepada kita kisah kehidupan para rasul Yesus dan jemaat Gereja perdana. Sesudah kenaikan Yesus ke surga, segera setelah para rasul mulai mewartakan Injil, sekelompok orang yang berkuasa berupaya untuk mengintimidasi mereka dalam memberi kesaksian. Injil tidak diterima oleh orang-orang itu sebagai kabar baik. Namun, niat buruk itu tidak berhasil. Meskipun Petrus dan para rasul lainnya diberi peringatan resmi oleh para pemimpin agama untuk tidak memberitakan Injil, mereka tetap setia melakukannya, sebab inilah panggilan hidup mereka, misi yang dipercayakan kepada mereka oleh Kristus yang bangkit.

Para anggota Mahkamah Agama marah kepada para rasul karena dua alasan. Pertama, para rasul tidak menaati perintah mereka untuk berhenti memberi kesaksian tentang Yesus yang bangkit. Orang-orang itu merasa frustrasi karena tidak dapat mengendalikan beberapa nelayan yang sederhana. Kedua, mereka merasa diri sebagai pihak di balik peristiwa penyaliban Yesus, tetapi tidak merasa bersalah akan hal itu.

Di hadapan para pemimpin agama itu, para rasul dengan berani menyatakan kebenaran, meskipun risikonya adalah nyawa mereka sendiri. Dengan lantang, mereka berkata, “Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia.” Itulah inti kehidupan sebagai orang Kristen. Dengan itu, kita diundang untuk bertanya: Siapakah yang membentuk hidup kita? Apakah Tuhan? Ataukah seseorang atau sesuatu yang lain? Para rasul yakin bahwa Yesus adalah Tuhan atas hidup mereka. Kepada kehendak-Nyalah mereka harus tunduk. Sebagai orang-orang yang menyebut diri pengikut Kristus, kita pun mestinya berusaha menerima Yesus sebagai Tuhan atas hidup kita dan menundukkan diri pada kehendak-Nya.

Jika kita percaya kepada Kristus yang bangkit dan mengikuti firman-Nya, kita tidak lagi sekadar hidup di tengah dunia, tetapi juga hidup menurut kehendak ilahi. Kita hidup dalam pengharapan, yang mana mata kita tertuju kepada Kristus dan janji-Nya bagi umat manusia. Sikap para rasul di hadapan Mahkamah Agama perlu kita teladani: Meski kebenaran kesaksikan kita sering disangkal oleh dunia, kita harus terus mewartakan kebaikan tanpa takut. Kita pasti akan menang kalau kita melakukan apa yang dikehendaki Allah dan percaya kepada kekuatan Roh Kudus. Dengan cara yang bisa jadi mengejutkan, Tuhan akan bertindak untuk mencurahkan kasih karunia yang kita butuhkan. Tuhan memiliki rencana yang sempurna untuk hidup kita. Mari kita membuka hati bagi-Nya agar kuasa Roh Kudus senantiasa menaungi hidup kita.