Cinta Mati Tuhan kepada Manusia

Jumat, 29 Maret 2024 – Hari Jumat Agung

117

Ibrani 4:14-16; 5:7-9

Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.

Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.

***

Drama percintaan, yang mana pasangan kekasih yang saling mencintai akhirnya hidup bahagia selamanya, sangat disukai oleh penonton televisi. Cinta mati seperti itu pasti melibatkan kesetiaan yang sungguh-sungguh, disertai dengan banyak pengorbanan. Ada tantangan, hambatan, dan pergulatan yang harus dilalui, tidak semuanya berjalan lancar dan mulus begitu saja. Namun, justru percintaan yang penuh suka dan duka seperti itulah yang penuh makna dan memberi inspirasi bagi orang-orang yang lain.

Hari ini, melalui peringatan Jumat Agung, kita merayakan cinta mati Tuhan kepada manusia. Kematian Yesus di kayu salib sekilas mengesankan bahwa cerita cinta Tuhan berujung pada kengerian, kekecewaan, dan kegagalan. Namun, kesan itu keliru. Tuhan dengan ini justru menunjukkan cinta-Nya yang total dan sempurna. Kita sudah mengetahui bahwa Tuhan datang bukan untuk menghakimi, melainkan untuk menyelamatkan. Proses penyelamatan manusia diwujudkan-Nya dalam suatu tindakan cinta yang penuh pengorbanan di kayu salib. Sebenarnya, Tuhan hari ini sedang memperlihatkan kepada kita kisah cinta yang berakhir bahagia.

Surat kepada Orang Ibrani merenungkan bahwa Yesus telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Allah Bapa yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut. Karena kesalehan-Nya, Ia telah didengarkan. Kunci dari pergulatan Yesus adalah ketaatan-Nya kepada Bapa. Kendati harus mengalami penderitaan dan wafat di salib, Yesus menaati rencana Bapa tersebut. Inilah ungkapan cinta Yesus kepada kita semua. Adalah cinta yang membuat Dia rela mati demi keselamatan kita. Yesus mencurahkan cinta mati, cinta sejati, dan cinta yang total kepada manusia.

Melalui keteladanan Yesus, kita bisa belajar bagaimana mencintai secara total, bagaimana mencurahkan cinta yang menyelamatkan, alih-alih menghakimi. Tentang hal ini, St. Teresa dari Kalkuta merefleksikan demikian: “Jika kita menghakimi seseorang, kita tidak punya waktu untuk mencintainya.” Imam-imam kepala dan orang Farisi menyibukkan diri mereka untuk menghakimi Yesus. Karena itu, mereka kemudian terdorong untuk membunuh-Nya, alih-alih mencintai-Nya. Berbeda dengan mereka, Yesus menunjukkan kasih-Nya kepada semua orang, yang mencapai puncaknya pada kematian di salib. Mari kita membuka diri untuk belajar mencintai daripada menghakimi. Kita diundang untuk mencintai setiap hari, setiap jam, setiap menit, dan setiap detik. Selamat memperingati Jumat Agung.