Kunci Sehat 3: Menjaga Hati

Rabu, 7 Februari 2024 – Hari Biasa Pekan V

104

Markus 7:14-23

Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: “Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.” [Barangsiapa bertelinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar!]

Sesudah Ia masuk ke sebuah rumah untuk menyingkir dari orang banyak, murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang arti perumpamaan itu. Maka jawab-Nya: “Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?” Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. Kata-Nya lagi: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinaan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.”

***

Pesan yang disampaikan oleh Yesus hari ini cukup jelas, sebab bahkan Yesus memberi penjelasan tentangnya ketika para murid bertanya kepada-Nya. Meskipun demikian, pada kenyataannya, sering kali kita tidak cukup menyadarinya.

Yesus memberi penekanan pada “apa yang keluar dari seseorang”. Kiranya bisa kita pahami bahwa Yesus kali ini ingin bicara tentang hati. Inilah fenomena “sakit hati”. Ketika seseorang sakit hati, ada kecenderungan bahwa dirinya akan melemparkan kata-kata yang menyakitkan. Orang yang sakit hati tentu saja tidak sehat. Kondisi itu menunjukkan kekeruhan hatinya, sehingga yang keluar dari dirinya adalah ungkapan-ungkapan yang tidak baik.

Tentang hal itu, mungkin kita secara spontan berpikir tentang kata-kata yang kasar. Meskipun demikian, jangan lupa bahwa kata-kata yang tidak kasar juga punya potensi besar dikeluarkan oleh orang-orang yang sakit hati. Kata-kata itu memang tidak kasar, tetapi tujuannya sama saja, yakni menjatuhkan orang lain. Ketika kita menjatuhkan mental orang lain, ketika kita secara halus merendahkan orang lain, ketika kita playing victim, semuanya itu menjadi bentuk-bentuk sakit hati yang bertujuan menghancurkan sesama kita.

Perjumpaan saya dengan banyak pribadi menjadikan saya paham mengapa Yesus menekankan dimensi sakit hati. Begitu banyak luka yang kita buat satu sama lain, mulai dari keluarga, pasangan, orang tua, anak, keluarga besar, teman, rekan kerja, komunitas, dan sebagainya. Kita dibentuk untuk membawa sakit hati dalam diri kita, dan kita pun mengabadikan sakit hati itu dalam lingkaran setan yang terus-menerus tanpa pernah terputus.

Mari kita mohon rahmat agar mampu menghadirkan pemulihan bagi hati yang sakit, termasuk hati kita sendiri, dan semoga mulut kita senantiasa mengucapkan kata-kata yang membawa kehidupan.