Markus 6:30-34
Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makan pun mereka tidak sempat. Maka berangkatlah mereka untuk mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi pada waktu mereka bertolak banyak orang melihat mereka dan mengetahui tujuan mereka. Dengan mengambil jalan darat segeralah datang orang dari semua kota ke tempat itu sehingga mendahului mereka. Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.
***
Para murid disebut rasul karena mereka diutus Yesus untuk meneruskan misi-Nya agar semakin meluas ke seluruh dunia. Misi Yesus meliputi pewartaan Injil, pertobatan, penyembuhan orang-orang sakit, dan pengusiran roh jahat. Namun, menjalankan tugas pengutusan sering kali bukanlah urusan yang mudah. Belum apa-apa, orang sering melupakan tugas yang harus mereka lakukan. Seorang murid Yesus harus tahu bagaimana tugas pewartaan mesti dijalankan. Mereka harus mau dan berani terjun ke dalam masyarakat dan dunia untuk mewartakan Kabar Baik.
Setelah masuk dan terlibat dalam ingar bingar dunia, para murid harus selalu kembali pada sang Guru, sebab misi pada hakikatnya tidak berasal dari ide, pemikiran, dan kehendak manusia sendiri, tetapi sepenuhnya berakar dan berasal dari Yesus. Selaras dengan itu, misi juga bermuara pada Yesus. Misi bukan hanya berarti pergi keluar, melainkan juga ingat untuk kembali ke dalam, kepada inti dan akar misi itu sendiri, yaitu pribadi Yesus.
Misi tidak boleh berhenti pada diri sendiri atau berhenti ketika keberhasilan telah dicapai. Jangan sampai para misionaris tenggelam dalam kesibukan bermisi, sehingga lupa bahwa harus senantiasa memeriksa kembali setiap gerak misi yang telah mereka lakukan secara jujur dan tanpa bias. Itu perlu dilakukan agar mereka tidak tergelincir memperalat misi sebagai pelarian kesepian diri ataupun sebagai panggung promosi diri.
Pada kisah misi para rasul Yesus diselipkan juga kisah pembunuhan Yohanes Pembaptis. Ini untuk mengingatkan kita bahwa misi bukanlah sesuatu yang mudah dan selalu berjalan lancar. Penolakan, derita, dan persekusi adalah bagian dari misi itu sendiri. Kemartiran Yohanes bukanlah kisah kegagalan sehingga menyurutkan langkah para rasul. Sebaliknya, hal itu menjadi pengingat sekaligus pertanyaan bagi para murid Yesus, termasuk kita pada masa sekarang: Siapkah kita menghadapi kuasa-kuasa jahat yang akan selalu berusaha menghalangi, mempersulit, hingga memusnahkan jalan pewartaan Kabar Baik? Misi dan salib selalu sepaket. Siap menjalankan misi berarti siap memikul salib.
Misi juga bukan sekadar propaganda Kabar Baik. Sering kali kita hanya mementingkan gerak dan praktik, tetapi lupa menghadirkan roh misi itu sendiri. Misionaris bukanlah anggota LSM. Gerak dan karya misi tidak hanya soal berbuat baik, tetapi juga harus berpusat dan berpola pada Yesus, sang Gembala. Belas kasih-Nya harus kita bawa dan bagikan pada sesama yang kita jumpai. Dalam roh misi itulah ada kekuatan dan harapan yang membawa kebenaran sejati yang berasal dari Allah sendiri untuk menuntun manusia pada keselamatan.