Menuju Kemuliaan Lewat Penderitaan

Selasa, 3 Oktober 2023 – Hari Biasa Pekan XXVI

133

Lukas 9:51-56

Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke surga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem, dan Ia mengirim beberapa utusan mendahului Dia. Mereka itu pergi, lalu masuk ke suatu desa orang Samaria untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi-Nya. Tetapi orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Dia, karena perjalanan-Nya menuju Yerusalem. Ketika dua murid-Nya, yaitu Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata: “Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” Akan tetapi Ia berpaling dan menegur mereka. Lalu mereka pergi ke desa yang lain.

***

Salah satu kelemahan manusiawi kita adalah cenderung ingin membalas dendam. Ketika maksud baik kita tidak diterima, kita marah dan ingin membalasnya. Ketika kita merasa dihambat, kita menyerang dan berusaha mencelakakan yang menghambat. Ketika pendapat kita ditentang, kita membalasnya dengan kata-kata yang memojokkan. Ketika ditolak, kita merasa tersinggung dan mencari kesempatan untuk membalas. Intinya, kita tidak mau direndahkan dan selalu ingin menjadi orang yang lebih dalam segalanya serta dihormati.

Yesus mengajarkan hal yang sebaliknya. Dalam bacaan Injil hari ini, Ia dikisahkan mengadakan perjalanan ke Yerusalem. Perjalanan ini merupakan langkah pemenuhan rencana karya keselamatan Allah, di mana Yesus akan dimuliakan. Namun, untuk sampai pada kemuliaan, Ia terlebih dahulu harus menempuh jalan penderitaan yang berakhir dengan kematian di kayu salib. Penolakan orang-orang Samaria mengantisipasi penderitaan yang akan dialami Yesus. Penolakan ini sebenarnya tidak ditujukan kepada Yesus secara pribadi, sebab lebih disebabkan karena pertentangan antara orang Samaria dan orang Yahudi.

Bagaimanapun, Yesus menerima penolakan itu dengan tenang sebagai bagian dari perjalanan-Nya. Ketika Yakobus dan Yohanes yang merasa direndahkan mengusulkan untuk membinasakan orang-orang itu, Yesus justru menegur kedua murid-Nya tersebut karena mereka ternyata belum memahami arti menjadi murid-murid-Nya. Anak manusia datang bukan untuk membinasakan, melainkan untuk menyelamatkan!

Menjadi murid Yesus berarti ikut dalam karya penyelamatan-Nya melalui jalan penderitaan dan salib, bukan melalui jalan balas dendam. Jika Yesus sendiri melewati jalan salib, para murid pun harus melalui jalan yang sama. Konsekuensi menjadi murid Yesus adalah menapaki jalan salib yang adalah jalan kasih.

Sebagai murid-murid Kristus, kita harus selalu memeluk salib dalam perjalanan hidup kita. Kita pasti mengalami banyak tantangan dan penderitaan, tetapi kita tidak boleh berhenti mewartakan keselamatan dengan penuh kasih, meskipun mengalami penolakan. Mari kita tetap melangkah ke depan, mengarahkan pandangan, hati, dan pikiran kita pada kehendak Yesus. Kita tidak perlu khawatir akan segala tantangan dan kesulitan, sebab yang menjadi tujuan kita adalah keselamatan jiwa, bukan keselamatan raga. Kita tidak perlu terikat pada hal-hal duniawi, sebab tujuan kita adalah surga. Kita tidak perlu menoleh ke belakang, sebab tujuan kita ada di depan, yakni keselamatan jiwa bagi semua orang. Yang dikehendaki Tuhan bukan kebinasaan, melainkan keselamatan. Dengan jalan salib, kita akan memperoleh kemuliaan kekal bersama Bapa di surga.