Melihat Apa yang Tak Tampak dan Mendengar Apa yang Tak Bersuara

Kamis, 27 Juli 2023 – Hari Biasa Pekan XVI

155

Matius 13:10-17

Maka datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: “Mengapa Engkau berkata-kata kepada mereka dalam perumpamaan?” Jawab Yesus: “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Surga, tetapi kepada mereka tidak. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil darinya. Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka. Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.”

***

Kita bersyukur bahwa kita dianugerahi pancaindra, sehingga mampu menangkap dan terhubung dengan segala sesuatu di luar diri kita. Dengan mata, kita mampu melihat dan mengagumi keindahan dengan aneka macam warnanya. Dengan telinga, kita mampu mendengar suara dan mengagumi kumpulan nada yang dikemas dalam sebuah lagu yang apik. Dengan lidah, kita dapat mencecap rasa dan menikmati cita rasa aneka macam makanan. Dengan kulit, kita bisa merasakan kasar dan lembutnya sentuhan di sekitar kita. Dengan hidung, kita bisa mencium aneka macam bebauan dan wewangian. Pancaindra adalah anugerah yang mestinya juga mengantar kita pada rasa syukur akan penyelenggaraan Allah. Namun sayangnya, mata, telinga, lidah, kulit, dan hidung kita sering kali hanya sebatas alat-alat sensorik jasmaniah belaka.

Itulah kritik Yesus kepada orang-orang ketika Ia mengutip nubuat Yesaya, “Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap.” Kepada para murid-Nya, Yesus mengajak agar tidak hanya menggunakan indra sebatas secara jasmani saja, tetapi harus sampai pada tataran rohani sehingga mampu memahami dan mengerti lebih dalam tentang Kerajaan Allah yang diajarkan-Nya. Nabi Musa dalam bacaan pertama hari ini menggunakan mata jasmani dan mata rohaninya di padang gurun, sehingga ia mampu menangkap dan menyadari kehadiran Allah melalui dan dalam peristiwa-peristiwa alam yang disaksikannya di Gunung Sinai (Kel. 19:1-2, 9-11, 16-20b).

Saudara-saudari yang terkasih, menangkap dan memahami kehadiran dan pesan Tuhan dalam perjalanan hidup kita bukanlah hal yang mudah. Refleksi, permenungan, dan doa adalah latihan rohani yang akan memampukan kita mempertajam pancaindra kita, sehingga kita tidak hanya menangkap hal-hal yang jasmani saja, tetapi mampu pula melihatnya lebih dalam. Dengan itu, kita akan diantar pada kesadaran akan kehadiran Tuhan melalui dan di dalam setiap peristiwa kehidupan kita. Mari kita mengambil waktu hening dan bertanya, “Tuhan berbicara apa dengan peristiwa yang kita alami?” Pertanyaan sederhana itu bermanfaat untuk mengasah ketajaman mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit rohani kita.