Matius 11:25-27
Pada waktu itu berkatalah Yesus: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.”
***
Di layar kaca, saat kita menyaksikan debat yang berlangsung di antara kaum bijak dan orang pandai, terkadang kita tidak menemukan inti dari hal yang diperdebatkan. Isi pembicaraan tidak jarang malah menyimpang jauh dari tema, padahal orang-orang yang diundang di dalam acara TV itu pastinya adalah pribadi-pribadi yang terdidik, pandai, dan terpelajar. Namun, titik temu dan cara menyelesaikan sebuah masalah secara bersama sering kali gagal mereka raih. Yang ada hanyalah usaha membenarkan pendapat sendiri karena merasa diri lebih baik, lebih benar, dan lebih mulia.
Hari ini, Yesus menyatakan sesuatu yang di luar dugaan, yakni bahwa rahasia ilahi justru disingkapkan kepada orang kecil, bukan kepada para cerdik pandai. Sambil merenungkan hal itu, saya teringat sebuah pengalaman indah dan mendalam saat menjalankan turney Natal di Sukaria, Keuskupan Ketapang. Di Keuskupan Ketapang, saat turney Natal, para imam setiap hari mulai tanggal 24 Desember bisa melakukan misa sampai 4-5 kali agar umat dapat merayakan Natal. Hari itu, tanggal 29 Desember 2022, adalah malam terakhir saya menjalani turney. Saya misa di tempat pekerja sawit, yang mana rata-rata adalah orang Bajawa. Jumlah umat sekitar tiga puluh orang. Perjalanan ke sana ditempuh sekitar dua jam menggunakan motor trail memasuki hutan sawit yang amat luas.
Yang menarik bagi saya, misa dilangsungkan di bekas tempat sampah atau pupuk kandang untuk memupuk kelapa sawit. Saya membayangkan bahwa ini sungguh-sungguh Natal pertama, di mana Yesus dilahirkan di kandang. Tidak ada dekorasi indah; yang ada hanyalah niat untuk merayakan Ekaristi dan berdoa. Entah mengapa, saat persembahan hingga konsekrasi, tiba-tiba saya meneteskan air mata begitu banyak. Yang ada pada saya hanyalah ungkapan syukur bahwa saya, manusia yang penuh kekurangan ini, diberikan rahmat imamat untuk menemani umat merayakan Ekaristi dan menyambut Tuhan di hari Natal.
Mereka adalah orang-orang kecil dan sederhana yang mau merayakan kelahiran Tuhan. Mereka menunjukkan iman yang penuh dengan kesungguhan hati. Saya terbawa perasaan dan belajar bahwa sungguh orang-orang kecil seperti mereka inilah yang bisa merasakan pengalaman akan Tuhan yang begitu besar. Saya belajar bahwa kita semua sungguh kecil di hadapan Tuhan, dan kita ini hanyalah sarana bagi Tuhan untuk berkarya dan bertindak atas diri kita.
Marilah hari ini kita belajar bukan hanya untuk menjadi pandai dan bijak di dalam hidup dan beriman, melainkan juga untuk menjadi kecil di hadapan Tuhan.