Matius 5:1-12a
Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga.”
***
Yesus memulai pengajaran-Nya dengan naik ke sebuah bukit dan duduk di situ. Para murid kemudian mengikuti-Nya. Karena itu, perikop ini sering disebut khotbah di bukit. Dalam kesempatan ini, Yesus mengajar tentang sabda bahagia.
Sabda bahagia memang merupakan ajaran moral, tetapi berbeda dengan ajaran-ajaran moral yang sudah dikenal oleh masyarakat zaman itu. Masyarakat umumnya mengenal ajaran moral sebagai daftar larangan, misalnya jangan membunuh, jangan berzina, jangan melakukan pekerjaan pada hari Sabat, dan lain-lain.
Berbeda dengan itu, sabda bahagia membawa moralitas pada tingkat yang jauh lebih tinggi. Yesus tidak memulai ajarannya dengan larangan. Sebaliknya, Ia menjelaskan supaya orang bisa mencapai kepenuhan terbesar dalam hidup, yaitu kebahagiaan. Moralitas bukan hanya daftar peraturan yang perlu dihindari. Tuhan menyajikan moralitas sebagai perjalanan mulia menuju kesempurnaan. Hasil dari perjalanan itu adalah tercapainya Kerajaan Surga.
Bagaimana cara pandang kita akan moralitas? Apakah kita melihatnya sebagai daftar hal-hal yang tidak boleh dilakukan? Ataukah kita bisa melihatnya sebagai perjalanan menuju gunung kesucian dan kepenuhan sejati?
Hari ini Yesus mengajak kita naik ke atas bukit bukan untuk dilarang melakukan ini dan itu. Yesus mengajak kita untuk mengalami kebahagiaan. Kebahagiaan bukan karena harta benda, bukan karena pangkat dan jabatan, melainkan kebahagiaan karena tinggal bersama-Nya, mendengarkan-Nya, dan melaksanakan sabda-Nya.