Kekayaan, Kehormatan, dan Kesombongan

Sabtu, 5 November 2022 – Hari Biasa Pekan XXXI

137

Lukas 16:9-15

“Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.”

“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?

Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”

Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.”

***

St. Ignatius Loyola dalam Latihan Rohani berbicara tentang bahaya berkelanjutan dari pola hidup tidak sederhana. Dalam bagian Meditasi Dua Panji, Ignatius meminta kita membayangkan Iblis yang mendesak anak buahnya untuk menggoda manusia agar jatuh ke dalam kesombongan. Mereka pertama-tama harus menggoda orang untuk mengejar kekayaan, sehingga bisa lebih mudah dibawa pada kehormatan duniawi yang sia-sia, dan akhirnya pada kesombongan. Dengan cara ini, langkah pertama adalah kekayaan, langkah kedua adalah kehormatan, dan langkah ketiga adalah kesombongan. Dari ketiga langkah tersebut, musuh menggoda manusia pada segala bentuk kekejian.

P. James Martin SJ, seorang penulis, memberi kesaksian bagaimana ia digoda. Ia adalah seorang penulis yang terkenal dan boleh disebut sangat berhasil. Dikatakannya, “Setelah merasakan keberhasilan, saya mulai memperhatikan dalam hati saya suatu rasa puas yang berkembang biak. Mengapa saya masih mau menyediakan diri untuk memimpin misa di komunitas kami? Saya sudah sangat sibuk! Mengapa saya harus membersihkan mesin pencuci piring di rumah kami? Saya punya banyak hal penting lain untuk dilakukan!”

Pater James melanjutkan bahwa walaupun ia tidak pernah mengikuti perasaan tersebut, namun ia merasa sedih mendapati hal-hal tersebut hidup subur dalam batinnya. Namun, ia selalu mengingat peringatan dari pembimbing rohaninya yang berkata, “Kekayaan, lalu kehormatan, dan berikutnya adalah kesombongan!”