Keadilan, Belas Kasihan, dan Ketulusan

Selasa, 23 Agustus 2022 – Hari Biasa Pekan XXI

367

Matius 23:23-26

“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan.

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.”

***

Sekali lagi penginjil Matius mengetengahkan kepada kita pertentangan antara Yesus dan orang Farisi, yang mana Yesus tidak segan-segan menjuluki mereka sebagai orang-orang munafik. Salah satu yang menjadi perhatian Yesus adalah tentang pembayaran persepuluhan. Yesus melihat bahwa dalam hal ini, mereka telah menjungkirbalikkan logika hukum Taurat. Orang-orang itu acapkali menggunakan hukum Taurat untuk melayani keinginan mereka sendiri. Mereka melupakan belas kasihan yang seharusnya menjadi dasar dalam pelaksanaan hukum. Akibatnya, norma-norma agama menjadi sekadar untuk dipatuhi, alih-alih berguna untuk mengubah hidup ke arah yang lebih baik.

Orang Farisi terkenal sebagai suatu kelompok yang menaati hukum dengan cermat. Bagi mereka, perintah sekecil apa pun harus dilaksanakan. Sayangnya, itu membuat mereka cenderung melupakan nilai-nilai yang penting dalam kehidupan seperti keadilan dan kasih sayang. Yang dikritik oleh Yesus di sini sebenarnya bukan soal persepuluhan itu sendiri, melainkan sikap buruk kaum Farisi yang terlalu memaksa dalam menerapkan hukum Taurat. Yesus menegaskan bahwa pada prinsipnya, setiap hukum harus didasarkan pada kasih, atau dengan kata lain, kasih adalah hukum itu sendiri.

Selain itu, Yesus juga berbicara tentang kemurnian batin. Gambaran yang digunakan di sini adalah cawan dan pinggan yang seharusnya bersih, baik di bagian luar maupun di bagian dalam. Yesus mengingatkan ahli-ahli Taurat dan orang Farisi bahwa kemurnian ritual seharusnya sejalan dengan kemurnian internal diri mereka masing-masing. Jika hati seseorang dipenuhi dengan hawa nafsu, tidak mungkin dirinya bisa menjadi murni hanya dengan melakukan ritual yang sifatnya eksternal belaka.

Betapa benar hal itu bagi kita semua! Kita tahu bagaimana hati yang bersih membuat kita merasa segar dan bersemangat, baik di dalam maupun di luar. Jika bersih dan sehat, batin kita akan bersinar dalam perbuatan dan tindakan yang baik. Iman kristiani bukan sekadar gagasan atau kepatuhan, melainkan sebuah cara hidup. Melalui cara hidup yang baik, marilah kita melihat gambaran yang besar tentang keadilan, belas kasihan, dan ketulusan, alih-alih mementingkan hal-hal kecil yang hanya menghabiskan waktu dan membuat kita menjadi picik. Kita harus hidup dalam sukacita dan damai, tanpa henti menjadi tanda kehadiran kasih Tuhan di tengah sesama. Cara hidup kita harus menginspirasi orang-orang lain untuk tulus dalam pelayanan yang penuh kasih dan rendah hati.